Bisnis.com, JAKARTA - Impor beras yang diisyaratkan Bulog dinilai tidak memberikan manfaat untuk saat ini. Pasalnya apabila impor dilakukan sekarang, berasnya akan datang 3 bulan kemudian saat musim panen raya datang.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor Andreas Dwi Santosa mengungkapkan dampak impor pun akan berdampak pada kesejahteraan petani Indonesia yang saat ini makin memprihatinkan. Sebab, sudah sejak 3 tahun belakangan ini harga gabah kering panen (GKP) selalu di bawah harga pokok produksi.
“Sejak September 2019 harga gabah maupun beras mengalami penurunan. Sehingga saat ini bertanam padi itu rugi. Kerugiannya itu sudah Rp250.000-Rp1 juta per 2.000 meter persegi,” ujar Andreas, Selasa (22/11/2022).
Dia mengatakan, sejak 2019 harga GKP selalu di bawah HPP yaitu Rp4.200 per kg. Baru pada bulan Juli hingga saat ini petani merasakan kenaikan harga GKP yang sudah di atas Rp5.000 per kg.
“Bakal cekik petani jika impor. Mereka saat ini tetap tanam karena pemasukannya bukan dari usaha tani, dari luar, ikut padat karya, ikut macam-macam. Kalau mau ditekan lagi dengan impor, ya sudah. Tahun depan produksi padi kita drop. Kalau itu dipaksakan [impor],” ungkap Andreas.
Lebih lanjut, Andreas pun menilai penyebab cadangan beras pemerintah (CBP) yang jauh ideal yakni hanya 650.000 ton lantaran Bulog enggan menyerap beras petani saat panen raya. Akibatnya, saat Bulog ingin menyerap gabah atau beras di bulan-bulan Agustus hingga saat ini akan sulit.
Baca Juga
“Di bulan Juli itu cadangan beras pemerintah dari hasil serapan dalam negeri itu hanya 1 juta ton. Padahal, dari Maret, April, Mei, Juni itu harga GKP dan beras itu di bawah HPP. Kenapa pada saat itu tidak menyerap atau serapannya kecil? Padahal, biasanya CBP pemerintah di bulan Juli biasanya sudah 2 juta ton karena serapannya tinggi di panen raya. Tahun ini rendah kenapa?,” ungkap Andreas mempertanyakan kinerja Bulog.
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menyarankan pemenuhan stok cadangan beras pemerintah (CBP) dari luar negeri atau impor. Bahkan, impor harus segera dilakukan.
Pasalnya, Buwas, panggilan akrabnya, menuturkan stok CBP saat ini hanya 651 ribu ton atau separuh dari target sebanyak 1,2 juta ton.
Stok CBP menipis karena penyerapan beras di tingkat produsen menurun seiring dengan pasokan yang terbatas dan harga jual yang tinggi.
"Dari target yang kita alokasikan, kita sudah kumpulkan semua penggilingan dengan mitra kita. Yang tadinya sudah disepakati sampai Desember 2022, kita bisa serap 500 ribu ton sudah ada kontraknya, tapi sampai hari ini kita hanya mampu menyerap 92 ribu ton," tutur Buwas, Rabu (16/11/2022).