Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ancaman Krisis, Bos IMF Minta Indonesia Batasi Subsidi BBM hingga Energi

IMF mendorong pemerintah untuk kembali memangkas subsidi BBM dengan hanya memberikan kepada masyarakat miskin dan rentan berbanding terbuka seperti saat ini.
Cara mencari SPBU Pertamina terdekat/freepik
Cara mencari SPBU Pertamina terdekat/freepik

Bisnis.com, JAKARTA — International Monetary Fund (IMF) mendorong Indonesia hanya menyalurkan subsidi kepada masyarakat miskin dan rentan. Langkah pengurangan subsidi itu dinilai akan menolong negara melewati ancaman krisis energi pada tahun depan dengan aman.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Pelaksana IMF Kristalina Ivanova Georgieva-Kinova dalam wawancara bersama Kompas TV usai Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada Rabu (16/11/2022). Hasil wawancara itu dipublikasikan sehari setelahnya.

Kristalina memperkirakan bahwa pada tahun depan harga energi masih akan tertahan cukup tinggi. Bahkan, terdapat risiko krisis energi yang perlu diwaspadai, jika perang Rusia dan Ukraina tak kunjung berhenti.

Menurutnya, Indonesia harus turut mewaspadai tingginya harga energi karena dapat berpengaruh terhadap perekonomian negara. Salah satunya berkaitan dengan subsidi, karena di Indonesia terdapat subsidi dan kompensasi bagi bahan bakar minyak (BBM), liquid petroleum gas (LPG), dan listrik.

"Pesan penting bagi pemerintah adalah untuk mengidentifikasi siapa pihak paling rentan di masyarakat, berikan dukungan kepada mereka, bukan kepada semua orang," ujar Kristalina dalam wawancara tersebut, dikutip pada Jumat (18/11/2022).

Dia menegaskan bahwa orang kaya seharusnya tidak menikmati subsidi karena merupakan pengecualian dalam kebijakan fiskal itu. Di Indonesia, subsidi BBM dan LPG disalurkan secara terbuka sehingga orang kaya tetap bisa membeli barang bersubsidi.

Kristalina pun menyarankan agar negara mengizinkan adanya perubahan pasar untuk mengantisipasi risiko krisis energi global. Pemerintah kemudian perlu memberikan sinyal kepada produsen dan konsumen untuk lebih hemat energi.

"Jika kita mencoba menekan harganya, kita bisa menjaga harganya tetap rendah, tetapi yang ada justru kita mendorong konsumsi untuk meningkat. Lebih tinggi konsumsi berarti lebih banyak tekanan untuk harga kembali naik," kata Kristalina.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper