Bisnis.com, JAKARTA — Konsultan manajemen multinasional McKinsey and Company memproyeksikan baterai berbasis nikel bakal tetap digunakan secara luas pada industri kendaraan listrik hingga 2040.
Proyeksi itu bertumpu pada pengembangan teknologi baterai listrik anyar yang membutuhkan waktu hingga 20 tahun untuk benar-benar siap dipasarkan.
Hitung-hitungan itu disampaikan menyusul kekhawatiran pengembangan industri baterai listrik domestik di tengah pesatnya kajian teknologi baterai listrik yang makin efisien di pasar dunia yang meninggalkan nikel sebagai bahan baku utamanya.
Partner and Co-Leader of Energy and Sustainability Practice McKinsey & Company, Rajat Agarwal, mengatakan baterai berbahan nikel bakal tetap relevan untuk jangka waktu yang cukup panjang karena ketersediaan bahan baku lainnya seperti lithium relatif terbatas di dunia.
Artinya, Rajat menggarisbawahi, tren preferensi bahan baku untuk penyusunan baterai listrik pada skala industri mendatang bakal mempertimbangkan aspek ketersediaan pasokan selain sisi efisiensi dan teknologi mendatang. Dengan demikian, penggunaan nikel akan tetap strategis bagi pengembang baterai serta kendaraan listrik saat ini.
“Kedua jenis teknologi itu akan berdampingan karena secara global ketersediaan lithium atau nikel tidak dapat memenuhi pasokan satu jenis teknologi untuk mengesampingkan teknologi baterai lainnya secara keseluruhan,” kata Rajat saat ditemui Bisnis di kantor McKinsey and Company, Jakarta Selatan, belum lama ini.
Selain itu, Rajat mengatakan, pengembangan teknologi baterai listrik menuju pada tingkat efisiensi yang lebih mutakhir membutuhkan waktu yang relatif lama. Sepanjang pengembangan teknologi itu, kata dia, nikel bakal tetap menjadi tumpuan dari perusahaan pengembangan baterai serta kendaraan listrik di dunia.
“Bahan baku yang baru membutuhkan waktu pengembangan yang lama untuk benar-benar matang mencapai tingkat keamanan dan kepastian sebagai baterai listrik,” ujarnya.
Berdasarkan hitung-hitungan McKinsey, baterai berbasis nikel-kobalt-mangan (NMC), nikel-kobalt-aluminium (NCA) bakal tetap jamak digunakan untuk 20 tahun ke depan. Nantinya, permintaan pada baterai berbasis nikel itu akan berangsur susut setelah komersialisasi dari baterai mangan dan anoda baru berbasis silikon dan litium-logam sekitar 2025 hingga 2030 mendatang.
Selanjutnya, pengembangan baterai berbasis lithium-sulphur atau lithium-air diproyeksikan mengalami kemajuan signifikan di akhir 2030. Baterai itu nantinya dapat digunakan pada kepadatan energi yang lebih tinggi seperti pada model premium yang belakangan akan mengoreksi permintaan baterai berbasis nikel.
Kendati demikian, Associate Partner McKinsey & Company, Yi Zhou, meminta pemerintah bersama dengan pemangku kepentingan terkait untuk dapat menjaga harga komoditas nikel tetap stabil di tengah upaya intensifikasi pengembangan industri baterai dan kendaraan listrik di dalam negeri.
Yi Zhou beralasan sejumlah manuver pabrikan kendaraan listrik kelas kakap beralih pada teknologi baterai lithium iron phosphate (LFP) lantaran harganya yang lebih murah ketimbang NMC atau NCA yang berbasis nikel. Manuver itu belakangan yang diambil pabrikan mobil listrik seperti Tesla.
“Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar, bagaimana kalian mampu memasok nikel kepada perusahaan EV untuk jangka waktu panjang dengan harga yang stabil untuk dapat membentuk pasar baterai berbasis nikel ke depan,” kata Yi Zhou.
Dengan demikian, kata Yi, Indonesia dapat mendorong kekuatan bahan baku nikelnya sebagai salah satu bahan baku baterai listrik yang kompetitif dibandingkan dengan teknologi lain.
“Ini jadi hal penting bagi pasar untuk berinvestasi di Indonesia memperkuat teknologi dengan stabilitas pasar dan pasokan nikel untuk rantai pasok global,” tuturnya.
Sebelumnya, BUMN Holding Industri Pertambangan, Mining Industry Indonesia atau MIND ID tengah menaruh perhatian khusus pada perkembangan teknologi pada industri batu baterai kendaraan listrik dunia yang bergerak relatif cepat pada beberapa waktu terakhir. Sementara itu, perkembangan industri proyek baterai kendaraan listrik terintegrasi di dalam negeri masih belum optimal.
“Mengenai pengembangan baterai kendaraan listrik perkembangan terbarunya sangat cepat,” kata Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso saat rapat dengar pendapat [RDP] dengan Komisi VII DPR, Kamis (2/6/2022).
Hendi mengatakan holding-nya bakal terus mengamati arah perkembangan industri batu baterai kendaraan listrik dunia untuk menyesuaikan dengan rencana kerja hilirisasi nikel yang menjadi bahan baku utama dari dalam negeri.