Bisnis.com, JAKARTA- Dunia tengah menghadapi masalah besar yakni akses pangan dan ketersediaan pangan semakin terbatas. Sebaliknya, lembaga pangan dunia (FAO) persoalan tersebut bakal bisa diatasi oleh Indonesia.
FAO menyebut kedua masalah ini dihadapi dunia berturut-turut sejak 2022 dan 2023 mendatang. Hal itu disampaikan Chief Economics Food and Agriculture Organization (FAO), Maximo Torero dalam diskusi daring bertema "Komitmen G20 Membangun Arsitektur Kesehatan Global" pada Senin (14/11/2022).
"Dunia saat ini sedang menghadapi tantangan besar yang sangat luar biasa. Tahun ini kita mengalami masalah yang disebut "akses pengan dan penyebab terjadinya kondisi ini adalah harga pangan yang kian mahal," kata Maximo.
Masalah akses pangan, lanjutnya, disebabkan oleh harga pangan yang kian mahal imbas dari kebijakan lockdown di sejumlah tempat di seluruh dunia. Akibatnya, harga pangan melonjak dan masyarakat sulit memperolehnya.
"Mengapa kenaikan harga pangan setelah pandemi covid-19 disebabkan oleh penutupan akses dalam menekan laju penyebaran covid-19. Tapi juga karena perubahaan iklim," paparnya.
Selama ini, normalnya kenaikan tertinggi harga pangan selalu terjadi pada maret. Sedangkan saat ini, kenaikan harga itu berlanjut.
Baca Juga
"Artinya, masyarakat tidak punya banyak sumber pangan dan tidak akan bisa membeli makanan. Oleh karena itu, kita sebut ini sebagai masalah akses pangan," bebernya.
Lebih lanjut, Maximo menuturkan alasan utama melonjaknya harga pangan yang menyebabkan masyarakat kesulitan mengakses adalah terjadi karena perang Rusia-Ukraina.
"Alasan utamanya adalah karena Federasi Rusia dan Ukraina merupakan eksportir dari 30 persen biji gandum untuk dunia. Sementara Federasi Rusia merupakan eksportit utama pupuk dunia," terangnya.
Sebaliknya, dia mengungkapkan kondisi Indonesia masih aman dari krisis pangan yang tengah membayangi sejumlah negara di dunia. Maximo menegaskan Indonesia mengalami kemajuan sangat luar biasa terkait produksi dan peningkatan kapasistas beras.
Saat ini, ujar Maximo, Indonesia telah mampu memproduksi sesuai yang dibutuhkan oleh masyarakat, bahkan berencana untuk mengekspor dan berkeinginan untuk membantu negara-negara tetangga.
"Saya beharap jika Indonesia meneruskan kebijakan yang benar, maka Indonesia akan bisa bertahan dan menjadi tangguh menghadapi kondisi yang tengah terjadi saat ini," harapnya.
Kendati demikian, dia menerangkan, seperti kebanyakan negara lainnya, Indonesia akan tetap terkena dampak krisis pangan oleh peningkatan harga pupuk dan juga kenaikan biaya impor.
"Masalah ini harus cepat ditanggulangi agar pupuk dapat didistribusikan dengan baik, terutama untuk produksi padi. Karena bila petani tidak mampu membeli pupuk akibatnya, mereka menanam lebih sedikit," ungkapnya.