Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha meyakini tantangan terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV/2022 nanti adalah pengendalian inflasi dan stabilitas makro ekonomi yang baik. Pasalnya, lebih dari 50 persen pertumbuhan ekonomi nasional didorong oleh konsumsi domestik atau konsumsi rumah tangga.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Shinta W. Kamdani, mengatakan inflasi yang semakin tinggi secara langsung akan menciptakan pertumbuhan konsumsi dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Dia menilai pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2022 mencapai 5,72 persen secara tahunan (year on year/yoy) juga didukung oleh kepercayaan diri konsumsi sepanjang periode tersebut, meski termoderasi oleh inflasi sejak Oktober, lantaran kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan inflasi harga pangan.
“Karena itu, penciptaan stabilitas daya beli sangat krusial untuk menjaga momentum pertumbuhan hingga akhir tahun,” kata Shinta saat dihubungi Bisnis, Senin (7/11/2022).
Dia menambahkan bahwa pertumbuhan juga ditopang oleh kinerja investasi yang mengalami normalisasi ekonomi secara penuh, seperti normalisasi penuh perjalanan luar negeri, khususnya pariwisata dan perjalanan yang hingga kuartal II masih terkendala protokol-protokol pandemi.
“Ekspor juga akan membantu meski akan memberikan share pertumbuhan yang lebih sedikit dibandingkan konsumsi dan investasi. Kami melihat bahwa ekspor sepanjang Q3 relatif lebih tinggi dibanding Q2 2022 karena didongkrak oleh 2 faktor yakni kenaikan harga batu bara di pasar global dan pelemahan nilai tukar,” ujarnya.
Lebih lanjut, Shinta memperkirakan pada kuartal IV/2022 nanti efek kenaikan suku bunga Bank Indonesia sebesar 50 basis poin (bps) pada Oktober 2022 baru akan terasa. Namun, dampak negatif kenaikan itu akan bisa diredam oleh pemerintah.
“Tetapi kemungkinan dampak negatifnya terhadap investasi bisa di-counter oleh kebijakan-kebijakan pendukung konsumsi seperti penerapan DP 0 persen untuk pembelian real estate atau kendaraan yang bisa mengstimulasi konsumsi sehingga investasi tetap terpacu,” tutur Shinta.
Selain itu, dia mengatakan dampak negatif juga bisa dihindari apabila pemerintah menjaga momentum pertumbuhan sektor-sektor ekonomi seperti manufaktur, jasa/pariwisata, perdagangan, yang biasa mengalami booming produktifitas di tiap kuartal IV/2022.
“Selain itu, di sisi nasional juga kita perlu menjaga momentum kepercayaan investasi dengan jaminan kepastian terkait hasil revisi Undang-undang Cipta Kerja yang dimintakan oleh MK dan kelanjutan reformasi struktural nasional di berbagai sektor, khususnya untuk memastikan minat investasi di Indonesia tetap tinggi meski iklim ekonomi global kurang kondusif,” ungkapnya.