Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menyebut Indonesia berpotensi mendapatkan investasi sebesar US$600 miliar dari sektor infrastruktur hijau, khususnya kendaraan listrik.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menyampaikan, Indonesia secara alami memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar, salah satunya berasal dari infrastruktur hijau atau dalam hal ini kendaraan listrik.
Apalagi, kata dia, saat ini sangat sulit untuk mendapatkan kendaraan listrik lantaran produksinya masih terbatas, namun permintaannya sangat tinggi. Dengan begitu, dia melihat Indonesia mampu meraup investasi sebesar US$600 miliar dari kendaraan listrik.
“Potensi lainnya juga datang dari sektor infrastruktur hijau dengan potensi investasi diperkirakan mencapai lebih dari US$600 miliar pada kendaraan listrik yang diproyeksikan membutuhkan investasi setidaknya US$35 miliar dalam 5-10 tahun ke depan untuk membangun baterai lithium dan ekosistem kendaraan listrik,” kata Destry dalam Mandiri Sustainability Forum 2022, Rabu (2/11/2022).
Mengutip data Kemenko Maritim dan Investasi, Destry menyebut bahwa 4.400 sungai di Indonesia mampu menyediakan listrik hingga 24 gigawatt, tenaga angin dengan potensi hingga 100 gigawatt, panas bumi dengan potensi pada 23 titik hingga 76 gigawatt dan juga potensi aplikasi untuk pembangkit listrik tenaga surya.
Sementara itu, Destry, mengutip data Kementerian PPN/Bappenas menyebut bahwa transisi menuju ekonomi hijau juga memberikan peluang bagi Indonesia untuk menciptakan 1,8 juta lapangan pekerjaan hijau di 2030.
Baca Juga
“Ini akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang kuat hingga generasi berikutnya,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves) Luhut Binsar Pandjaitan berjanji akan memberi dorongan dalam memecahkan masalah populasi kendaraan listrik di Indonesia.
"Harga kendaraan listrik yang masih relatif tinggi dari kendaraan Bahan Bakar Minyak atau BBM konvensional, dan infrastruktur pendukung seperti pengisian energinya juga fasilitas atau insentif keuangan yang masih belum masif," ujarnya dalam siaran pers, Rabu (26/10/2022).