Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian BUMN bakal lebih agresif untuk melakukan migrasi investasi pada sektor energi baru terbarukan (EBT) di tengah momentum transisi energi saat ini. Sejumlah aksi korporasi perusahaan pelat merah pun disiapkan terkait dengan upaya peningkatan kapasitas terpasang energi bersih tersebut.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, kementeriannya bakal fokus untuk melakukan konsolidasi aset pembangkit EBT yang dibarengi dengan penghimpunan dana publik lewat skema penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) sejumlah anak usaha terkait
“Kami punya tiga perusahaan panas bumi di Pertamina, PLN, dan satu lagi, Star Energy di bawah Kemenkeu. Saya inginnya memergerkan ini sebagai satu kesatuan. Kami ingin seperti Pertamina Geothermal Energy, ini supaya kami punya akses pendanaan lewat go public,” kata Erick saat agenda Special Event Road to G20 by Himpuni di IPB International Convention Center Bogor, Jawa Barat, Selasa (25/10/2022).
Nantinya, skema penghimpunan dana publik itu, kata dia, akan dilakukan juga pada anak usaha terkait lainnya yang bersinggungan dengan pengembangan EBT. Adapun, Kementerian BUMN saat ini juga akan mengembangkan pembangkit yang bersumber dari surya, angin, hingga hidro.
“Ini Pertamina duluan masuk, PLN belakangan karena Pertamina sehat, dia maju duluan,” kata dia.
Menurutnya, potensi sumber daya panas bumi Indonesia yang mencapai 23,76 gigawatt (GW) atau terbesar kedua di dunia belum terserap optimal ke dalam sistem kelistrikan bersih nasional. Pemerintah bersama dengan swasta baru bisa mengembangkan listrik dari sumber daya panas bumi di angka 2,1 GW.
Baca Juga
“Karena itu kami dorong sekali yang namanya investasi di EBT ya, ini yang sekarang kita lakukan di PLN. Lalu, kami juga melihat dari geothermal di Indonesia potensinya sangat besar,” kata Erick.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan realisasi investasi pada sektor energi baru terbarukan dan konservasi energi baru mencapai US$0,67 miliar hingga Juni 2022. Torehan itu sekitar 16,9 persen dari target investasi yang dipatok mencapai US$3,97 miliar pada tahun ini.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana mengatakan, rendahnya torehan investasi itu disebabkan karena program pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang belum dapat berjalan optimal. Selain itu, dampak pandemi Covid-19 juga masih mengoreksi rencana investasi pada program pengembangan energi berkelanjutan tersebut.
“Program PLTS Atap yang belum bisa berjalan dengan baik, masih ada beberapa isu, antara lain terkait besaran kapasitas PLTS Atap yang bisa dipasang, yang masih dicari titik temu-nya dengan PLN,” kata Dadan kepada Bisnis, Selasa (28/6/2022).
Berdasarkan data milik Kementerian ESDM per Juni 2022, capaian investasi sektor bioenergi yang terdiri atas PLT Bioenergi dan pabrik biodiesel mencapai sekitar US$36 juta atau 22,2 persen dari total target investasi yang dipatok US$162 juta.
Sementara itu, capaian investasi pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) berada di angka US$251 juta atau 26,5 persen dari keseluruhan target investasi yang diharapkan mencapai di angka US$947 juta.
Adapun, realisasi investasi untuk pembangkit listrik aneka EBT yang terdiri atas PLTA, PLTM, PLTMH, PLTS atap dan PLTS mencapai ekitar US$379 juta atau 13,3 persen dari total target investasi di 2022 yang sebesar US$2,86 miliar.