Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) memperkirakan tingkat inflasi pada Oktober 2022 akan melandai secara tahunan dibandingkan dengan tingkat inflasi pada bulan sebelumnya.
“Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada bulan ini menunjukkan inflasi Indeks Harga Konsumen [IHK] akan lebih rendah, sekitar 5,88 persen,” kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (20/10/2022).
Sementara itu, untuk keseluruhan tahun 2022, BI memperkirakan tingkat inflasi akan mencapai 6,3 persen, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.
Perkiraan ini pun kata Perry jauh lebih rendah dari proyeksi konsensus yang mencapai 6,6—6,7 persen pada akhir 2022.
Lebih rendahnya inflasi pada Oktober 2022, jelas dia, merupakan hasil dari koordinasi yang kuat dengan pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah tidak hanya menambah subsidi sehingga penyesuaian harga BBM lebih rendah, tetapi juga insentif diberikan bagi Pemda yang mampu mengendalikan inflasi.
BI bersama dengan pemerintah juga memperkuat koordinasi dengan Tim Pengendali Inflasi, baik Pusat maupun daerah, serta secara massif menggalakkan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).
Baca Juga
Pada September 2022, tingkat inflasi tercatat sebesar 5,95 secara tahunan, lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 4,69 persen, yang didorong oleh penyesuaian harga BBM.
Inflasi komponen harga bergejolak (volatile food) terkendali pada tingkat 9,02 persen secara tahunan, sejalan dengan sinergi dan koordinasi kebijakan yang erat melalui TPIP-TPID GNPIP dalam mendorong ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, kestabilan harga, dan komunikasi efektif.
Perry mengatakan, kenaikan inflasi komponen harga yang diatur pemerintah (administered prices) juga tidak setinggi yang diperkirakan yaitu sebesar 13,28 persen. Inflasi inti pun, imbuhnya, tetap terjaga rendah yaitu sebesar 3,21 persen secara tahunan.
Adapun, pada Rapat Dewan Gubernur Oktober 2022, BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin menjadi 4,75 persen.
Perry mengatakan, keputusan kenaikan tersebut sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi atau overshooting.
“BI juga memastikan inflasi inti ke depan kembali ke dalam sasaran 2–4 persen, lebih awal, yaitu ke paruh pertama 2023,” katanya.