Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) melaporkan bahwa ekspor sepatu Indonesia ke negara-negara mitra tradisional seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa akan anjlok sebesar 50 persen di 2023. Tidak hanya sepatu, anjloknya ekspor juga bakal terjadi pada produk garmen sebesar 30 persen.
Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, penyebab dari menurunnya permintaan produk manufaktur Indonesia tersebut dikarenakan negara-negara mitra dagang Indonesia sedang mengalami gejolak ekonomi.
“Sekarang sudah ada imbasnya, ekspor tujuan kita mengalami pelemahan ekonomi, Amerika Serikat, Uni Eropa udah menurun. Saya dilaporin sektor sepatu drop 50 persen orderannya, garmen 30 persen,” kata Hariyadi saat ditemui di Sekretariat Apindo, Jakarta, Kamis (20/10/2022).
Hariyadi mengatakan, seharusnya masa-masa saat ini dimulainya puncak pertumbuhan sektor manufaktur, khususnya untuk ekspor karena mendekati masa-masa libur panjang, Natal dan tahun baru.
“Dengan adanya gejolak ekonomi global tersebut, puncak season ritel pas Natal tidak terjadi,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Apindo Suryadi Sasmita memastikan ekspor manufaktur pada 2023 bakal menurun drastis. Permintaan terhadap benang Indonesia pun bakal turun. Justru, kata Suryadi, saat ini industri manufaktur Eropa dan Amerika mau menyasar pasar Indonesia.
“Padahal, sekarang China aja lagi kesulitan. Negara yang masih survive cuma lima, Vietnam, Filipina, Malaysia, Indonesia. Itu yang masih survive, tapi mereka pengekspor juga. Contohnya Vietnam, mereka lebih banyak ekspornya dibanding Indonesia,” ujar Suryadi, Kamis (20/10/2022).
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekspor nonmigas ke Uni Eropa pada September 2022 turun sebesar 21,47 persen secara bulanan (month-to-month/mtm) dengan nilai US$1,80 miliar. Tidak hanya di Uni Eropa, pada periode yang sama penurunan nilai ekspor nonmigas juga terjadi di kawasan Asean, yakni sebesar 6,46 persen secara bulanan dengan nilai US$4,44 miliar.