Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkapkan strategi yang akan dilakukan pemerintah untuk menggenjot kinerja ekspor pada tahun depan.
Plt. Dirjen Perdagangan Luar Negeri Veri Anggrijono mengatakan upaya menggenjot ekspor pada 2023 tidak hanya akan dilakukan lewat perjanjian dagang antar pemerintah (government to government/G2G), tetapi juga lewat sesama antar pelaku usaha (business to business/B2B).
Kerja sama dagang lewat B2B dinilai bisa lebih cepat terealisasi, terutama dalam memperluas pasar ekspor ke negara-negara nontradisional.
Veri mengatakan dalam acara Trade Expo Indonesia (TEI) yang saat ini mulai berlangsung telah terjadi beberapa pertemuan dalam rangkan perjanjian dagang.
“Kita kan punya kewajiban menjaga surplus. Di dalam Trade Expo Indonesia ini ada beberapa pertemuan kita juga sedang menyiapkan peningkatan ekspor dengan kerangka kebijakan B2B. Jadi kita mulai dulu dengan mengikutinya, sehingga pada pertemuan ini coba datangkan para buyer dan produsen dan kita masukan dalam kebijakan B2B,” kata Veri saat ditemui di acara TEI di Indonesia Convention Exhibition, Bumi Serpong Damai City (ICE, BSD City), Tangerang, Rabu (19/10/2022).
Veri mengatakan dalam upaya mendiversifikasi ekspor, ada beberapa negara yang potensial dimasuki Indonesia seperti pasar Afrika. Benua hitam disasar lantaran memiliki penduduk yang mencapai hampir 1 miliar jiwa.
“Seperti tadi pak menteri sampaikan, ada Mesir, Afrika, itu kan selama ini beberapa komoditi saja yang masuk,” ujar Veri.
Sementara itu, Mendag Zulkifli Hasan kembali melaporkan beberapa misi dagang yang dipimpinnya telah berhasil membukukan miliaran dolar. Mulai dari transaksi Rp23,2 miliar dengan Qatar, kemudian dengan India sebesar US$3,2 miliar hingga ditandatanganinya kerjasama IUAE-CEPA (Indonesia-United Arab Emirates Comprehensive Economic Partnership Agreement).
“Mudah-mudahan sebelum 17 November perjanjian dengan UEA sudah kita ratifikasi. Sebab jika masuk ke pasar Uni Emirat Arab, tentunya kita bisa masuk Afrika Tengah, Mesir, bahkan Eropa Timur,” ujar Zulhas dalam sambutannya di TEI 2022.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada September 2022, total ekspor mencapai US$24,80 miliar atau turun 10,99 persen dibanding Agustus 2022 (month to month/mtm). Hal ini mengikuti pola penurunan bulanan yang sama pada tahun-tahun sebelumnya. Penurunan disebabkan ekspor nonmigas dan ekspor migas yang masing-masing turun 10,31 persen dan 21,41 persen mtm.
Meski ekspor September 2022 turun secara bulanan, tapi apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada 2021, ekspor September 2022 justru mengalami peningkatan 20,28 persen year on year (yoy). Pertumbuhan ekspor yang tinggi ini didorong adanya kenaikan signifikan pada ekspor migas sebesar 41,80 persen dan ekspor nonmigas yang tumbuh sebesar 19,26 persen yoy.
Penurunan nilai ekspor secara bulanan pada September 2022 lebih disebabkan turunnya permintaan dan harga komoditas di pasar global, serta turunnya ekspor produk unggulan Indonesia.
Beberapa produk utama ekspor nonmigas yang mengalami kontraksi pada bulan September 2022 dibanding Agustus 2022 (MoM), antara lain lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15) turun 31,91 persen; tembaga dan barang daripadanya (HS 74) turun 31,05 persen.
Kemudian, ekspor pakaian dan aksesorinya (rajutan) (HS 61) turun 30,75 persen; timah dan barang daripadanya (HS 80) turun 25,33 persen; serta pakaian dan aksesorisnya (bukan rajutan) (HS 62) turun 18,18 persen.