Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Beli Rumah Pakai KPR Rent To Own atau Skema Staircasing Ownership?

Masyarakat kini memiliki opsi skema pembiayaan KPR rent to own (RTO) atau staircasing ownership untuk membeli rumah.
Foto ilustrasi perumahan. / Bisnis Rahman
Foto ilustrasi perumahan. / Bisnis Rahman

Bisnis.com, JAKARTA -- Ada dua jenis skema pembiayaan yang tengah ramai diperbincangkan untuk mempermudah pembelian properti hunian, yakni kredit pemilikan rumah (KPR) rent to own (RTO) dan skema staircasing ownership.

Skema pertama, KPR RTO baru saja di launching Bank BTN, Rabu (13/10/2022) yang menyasar generasi milenial. Jenis baru KPR ini menawarkan konsep menyewa hunian baik rumah tapak maupun apartemen, selama maksimal 3 tahun dengan cicilan yang telah disepakati untuk kemudian dibeli.

Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia Syarifah Syaukat mengatakan, skema KPR RTO dapat menjadi salah satu pilihan pembiayaan hunian yang memberi kemudahan untuk segmentasi tertentu.

"Skema ini diharapkan membantu menstimulasi pergerakan transaksi rumah tapak dengan jumlah cicilan yang lebih kecil dari KPR umumnya dan tenor yang cukup panjang sehingga konsumen lebih affordable," kata Syarifah kepada Bisnis, Sabtu (15/10/2022).

Dia menilai KPR RTO membantu konsumen dalam pilihan fleksibilitas pembiayaan dalam memiliki hunian. Sebab, konsumen memiliki opsi untuk menyewa maksimal 3 tahun untuk kemudian dibeli melalui KPR BTN.

Adapun, prosesnya yaitu, pertama konsumen memilih rumah yang terkualifikasi oleh RTO provider dalam hal ini, yaitu CicilSewa dan TapHomes. Kedua, konsumen melakukan pembayaran DP mulai dari 5 persen.

Ketiga, RTO provider dan konsumen melakukan perjanjian sewa dengan opsi pembelian sesuai harga yang sudah disetujui sejak awal. Keempat, konsumen mulai masuk ke masa sewa dan melakukan pembayaran yang mencakup tabungan uang muka.

Setelah konsumen memiliki tabungan uang muka sebesar 10 persen, maka konsumen dapat mulai mengajukan KPR BTN RTO. Namun, jika konsumen tidak ingin melanjutkan masa tinggal, maka RTO Provider akan menjual rumah dan konsumen akan mendapatkan pengembalian dengan persentase tertentu dari tabungan.

Syarifah menekankan beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh konsumen dalam pelaksanaan skema tersebut, yaitu berkaitan dengan pembayaran cicilan bulanan yang mempengaruhi down payment yang harus dibayar pada masa akhir kontrak.

"Pembagian skema kepemilikan dan periode kepemilikan aset menjadi hal yang perlu diperhatikan bersama, sehingga tercapai tertib pembiayaan dan administrasi kepemilikan aset," jelasnya.

Selain itu, dengan skema ini risiko menjadi lebih panjang dengan tenor yang lebih lama dan target segmen yang berlaku untuk konsumen dengan usia relatif muda.

Skema kedua, yaitu staircasing ownership atau kepemilikan rumah bertahap menggunakan konsep share to equity. Artinya, kepemilikan rumah dibagi dua antara konsumen dengan penjual rumah selama masa cicilan berlangsung.

Kedua jenis skema pembelian rumah ini memiliki tujuan yang sama untuk memudahkan konsumen mendapatkan hunian yang layak, sekaligus mengurangi angka backlog house di Indonesia yang saat ini berada di angka 12,7 juta, berdasarkan data BPS.

"Sejatinya kedua skema tersebut sama-sama menerapkan konsep share ownership, dalam penerapannya pun juga sama," jelasnya.

Namun, menurut Syarifah yang menjadi pembeda dari dua skema tersebut, yaitu di mana staircasing ownership memiliki alternatif sumber pembiayaan lain selain lewat uang sewa.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna menerangkan bahwa di tahap awal penerapannya, skema staircasing ownership akan berlaku hanya untuk hunian vertikal seperti rumah susun atau apartemen. Pasalnya, hunian vertikal dinilai cocok untuk masyarakat yang tinggal di perkotaan. Namun, harganya saat ini bisa dua kali lipat dari rumah tapak.

Dalam hal ini, skema tersebut dapat membuat cicilan yang harus dibayarkan konsumen lebih kecil, kendati mereka juga perlu membayar sewa kepada pengembang. Tetapi, Herry menegaskan skema ini jauh lebih murah daripada KPR pada umumnya.

"Jadi KPR-nya kita bagi, pertama KPR-nya 25 persen sehingga cicilan KPR-nya 25 persen dari harga yang semula, tetapi di 75 persennya ini harus sewa," kata Herry beberapa waktu lalu.

Herry menilai skema ini akan menjangkau masyarakat dengan pendapatan Rp5 juta per bulan. Adapun, tenornya disebutkan sampai dengan 30 tahun dengan pembagian 10 tahun pertama suku bunga flat, 10 tahun kedua dan ketiga pengurangan suku bunga.

Skema ini juga dinilai dapat menguntungkan bagi developer rumah dengan target masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pasalnya, imbal hasil dari staircasing ownership bisa mencapai 2,5 persen per bulan, dengan kata lain lebih tinggi dari skema FLPP sebesar 0,5 persen per bulan.

"Skema ini sudah kami bahas dengan pihak perbankan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tapi skema ini baru dalam tahap pengembangan. Nantinya, skema ini dapat digunakan dengan akad konvensional maupun syariah," paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper