Bisnis.com, JAKARTA - Pakar properti menilai skema kredit pemilikan rumah (KPR) dengan sistem Rent To Own atau menyewa hunian untuk kemudian dibeli, tak cocok untuk diterapkan di Indonesia.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) Panangian Simanungkalit mengatakan rerata suku bunga KPR perbankan masih cukup tinggi sementara tingkat harga sewa rumah masih sangat rendah di angka 1-2 persen. Hal tersebut terbilang jauh dari tingkat bunga KPR.
"Kalau secara konsep nggak layak diterapkan di Indonesia, kenapa? Tingkat suku bunga KPR rata-rata perbankan saat ini masih diatas 10 persen per tahun," kata Panangian, Rabu (12/10/2022).
Dia menuturkan bahwa hal tersebut disebabkan banyaknya rumah yang masih kosong atau oversupply. Sementara itu, harga-harga rumah kosong cenderung stagnan.
Tak sedikit investor sulit menjual rumahnya di situasi saat ini. Menurutnya, meski harga jualnya diturunkan karena keperluan cash mendadak, di kondisi suku bunga tinggi ini tetap sulit untuk mencari pembeli yang minat.
"Nah sekali lagi ini karena pasarnya sudah oversupply di lokasi itu. Contoh kasusnya di kawasan serpong dan sekitarnya," jelasnya.
Baca Juga
Lebih lanjut, Panangian merasa bahwa konsep pembiayaan KPR Rent To Own lebih cocok diterapkan pada negara-negara dengan tingkat suku bunga yang rendah.
"Misalnya di Singapura, Malaysia, Autralia. Tingkat suku bunga KPR nya cuma sekitar 2-4 persen. Jadi di Indo gak cocok," tandasnya.
Untuk diketahui, KPR RTO merupakan skema baru di mana masyarakat dapat menyewa hunian impian dalam jangka waktu tertentu sebelum membeli. Skema ini baru saja di-launching oleh Bank Tabungan Negara atau BTN untuk menjangkau generasi milenial.
Generasi tersebut saat ini dinilai lebih memilih untuk menyewa atau kontrak rumah karena belum siap uang muka atau Down Payment (DP).
Di sisi lain, konsumen saat ini belum mampu membeli rumah dengan lokasi yang dekat dengan tempat kerjanya. Hal ini menyebabkan mereka ragu untuk memiliki rumah tetap.