Bisnis.com, JAKARTA — Konsumsi masyarakat berpotensi tertahan sebagai dampak dari kenaikan inflasi yang tinggi, terutama disebabkan oleh kenaikan harga BBM. Pemerintah pun disarankan untuk memberikan insentif berupa diskon PPN (pajak pertambahan nilai).
Sebagaimana diketahui, inflasi pada September 2022 tercatat sebesar 1,17 persen secara bulanan (month-to-month/mtm) atau 5,95 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Tingginya inflasi tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan harga kelompok administered prices, yaitu BBM, di tengah penurunan inflasi inti dan deflasi pada kelompok volatile food.
Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan bahwa pengaruh dari tingginya inflasi telah berdampak ke minat konsumen untuk berbelanja, terutama barang sekunder dan tersier.
“Masyarakat cenderung memprioritaskan pemenuhan kebutuhan pokok termasuk bensin dan transportasi umum karena naiknya inflasi belum bisa dibarengi dengan penambahan dari sisi gaji atau upah,” katanya kepada Bisnis, Senin (10/10/2022).
Di satu sisi, lanjutnya, penambahan subsidi sebagai pengalihan kenaikan harga BBM telah diberikan dan dirasakan oleh masyarakat kelas bawah.
Namun demikian, di sisi lain, kelompok menengah yang terdampak kenaikan harga BBM tidak termasuk penerima dana kompensasi tunai BBM. Kondisi ini diperkirakan akan menahan daya beli masyarakat kelas menengah sehingga berpotensi menahan konsumsi masyarakat kelas ini.
Menurutnya, pemerintah perlu memberikan insentif guna mendorong konsumsi masyarakat kelas menengah, salah satunya dengan memberikan relaksasi tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 8 persen.
“Selisih dari PPN bisa ditanggung pemerintah. Ini bentuk stimulus langsung karena kelas menengah yang paling diuntungkan dengan skema diskon tarif PPN,” jelasnya.
Di samping itu, dia mengatakan pemerintah juga dapat mendukung melalui subsidi bunga dan subsidi uang muka untuk kredit pemilikan rumah (KPR).
Hal ini dikarenakan akan adanya penyesuaian kenaikan suku bunga acuan ke suku bunga pinjaman, sehingga akan mempengaruhi belanja konsumsi, termasuk pada KPR maupun kredit kendaraan bermotor.