Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi 2 tahun terakhir seakan telah menemukan titik terang seiring dengan telah gencarnya pemberian vaksin kepada masyarakat.
Terlebih, Indonesia tercatat menjadi negara dengan pemberian dosis vaksin terbanyak kelima di dunia di bawah China, India, Amerika Serikat, dan Brazil.
Aktivitas masyarakat maupun Industri nasional pun kembali menggeliat yang utamanya bersumber dari lebih longgarnya kebijakan pembatasan sejalan dengan upaya vaksinasi yang makin masif. Secara umum, pemberian dua dosis vaksin utama dan satu dosis vaksin booster telah menjadi ‘game changer’ yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh masyarakat maupun daya tahan ekonomi nasional.
Di dalam konteks ekonomi, pemberian ‘vaksin’ kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) secara langsung mampu untuk meningkatkan daya tahan dan percepatan pemulihan ekonomi Indonesia mengingat peran UMKM cukup vital sebagai tulang belakang perekonomian Indonesia
UMKM merupakan sektor usaha paling terdampak akibat Covid-19 yang tecermin dari hasil survei Bank Indonesia (BI) terhadap ribuan UMKM di Indonesia, hasilnya 87,5% UMKM terdampak negatif dari adanya Covid-19, dan mayoritas mengalami penurunan penjualan 26%—50% dari kondisi existing.
Melemahnya kinerja UMKM itu secara langsung menjadi penyebab kontraksi perekonomian nasional tahun 2020 mengingat kontribusi UMKM mencapai 97,05% terhadap penyerapan tenaga kerja Indonesia, dan 55,6% terhadap total ekonomi nasional (PDB).
Baca Juga
Secara holistik, vitalnya peran UMKM terhadap perekonomian Indonesia bisa menjadi ‘game changer’ untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan inklusif. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM)diestimasi bahwa apabila 2,5% UMKM mampu ‘naik kelas’ maka kenaikan PDB berpotensi tumbuh Rp486 triliun atau setara pertumbuhan ekonomi 5.88% (year-on-year/YoY).
Dalam riset Kemenkop UKM lainnya diestimasi bahwa jika 10% UMKM mampu untuk naik kelas maka kenaikan PDB berpotensi melesat di kisaran 7%—9,3% (YoY). Lebih lanjut, untuk mewujudkan UMKM ‘naik kelas’ yang berdaya tahan, BI bersama dengan stakeholder lainnya secara konsisten memberikan ‘dua dosis vaksin utama’ kepada UMKM yakni vaksin pembiayaan dan vaksin digitalisasi.
Vaksin paling dasar dan fundamental untuk UMKM adalah vaksin pembiayaan. Dalam beberapa kesempatan, banyak UMKM potensial tidak mampu melakukan scalling up usahanya karena tidak mendapatkan pembiayaan yang cukup. Hal ini terkonfirmasi dari hasil survei yang dilakukan oleh BI di mana terdapat 43,1% UMKM yang belum memiliki kredit tetapi membutuhkan akses pembiayaan untuk mengembangkan usahanya.
Secara total, potensi permintaan kredit tersebut mencapai Rp1.605 triliun yang terdiri dari usaha menengah sebesar Rp740 triliun, usaha kecil sebesar Rp534 triliun dan usaha mikro sebesar Rp331 triliun.
Di sisi perbankan, pemenuhan rasio Kredit UMKM oleh bank secara individu masih rendah dan terkonsentrasi pada sejumlah bank saja, di mana hal tersebut utamanya disebabkan oleh beberapa bank yang tidak memiliki ekspertis model bisnis dan risk appetite untuk pembiayaan UMKM.
Adanya gap pembiayaan UMKM di tengah potensi ekonominya yang besar mendasari BI untuk meluncurkan Kebijakan RPIM (Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial) pada September 2021. RPIM itu merupakan penyempurnaan Peraturan Bank Indonesia (PBI) terkait ketentuan penyaluran kredit UMKM yang dikeluarkan pada 2012 yang dirasa masih belum optimal dikarenakan masih terbatasnya skema pembiayaan UMKM oleh perbankan.
Adanya RPIM ini mampu memperluas opsi pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan sehingga berpotensi meningkatkan fungsi intermediasi perbankan terhadap UMKM agar lebih inklusif dan mampu mewujudkan banyak UMKM “naik kelas”.
Dengan banyaknya opsi pembiayaan tersebut diharapkan bisa membantu bank-bank yang sebelumnya kesulitan memberikan kredit kepada UMKM dikarenakan tidak memiliki model bisnis spesifik penyaluran kredit pada segmen UMKM.
Setelahnya, UMKM juga terus diberikan vaksin digitalisasi. Digitalisasi adalah hal mutlak yang harus dilakukan UMKM untuk siap mengarungi peradaban digital kedepan. Berdasarkan hasil survei yang dirilis World Bank menyebutkan bahwa 80% UMKM yang terhubung ke dalam ekosistem digital memiliki daya tahan lebih baik di tengah berlangsunya pandemi Covid-19.
Tidak hanya lebih berdaya tahan, digitalisasi yang dilakukan oleh UMKM di kala pandemi juga terbukti mampu meningkatkan aktivitas jual-beli karena lebih efisien. Hal itu terkonfirmasi dari akselerasi peningkatan transaksi via e-commerce di Indonesia dari level pra-pandemi di tahun 2019 sebesar Rp206 triliun menjadi Rp401 triliun pada 2021 atau tercatat tumbuh 95%.
Pemerintah sendiri terus mendorong digitalisasi UMKM dengan target 30 juta UMKM onboarding (go-digital) pada 2023 antara lain melalui program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI). Berdasarkan rilis data dari idEA (Indonesia E-Commerce Association) hingga Desember 2021 jumlah UMKM onboarding melalui program Gernas BBI telah mencapai 9,2 juta UMKM sehingga total UMKM go digital nasional telah mencapai 17,2 juta UMKM pada 2021.
Secara spesifik kaitannya dengan digitalisasi, BI memiliki program pembinaan UMKM on boarding di seluruh kantor perwakilan daerahnya yang bertujuan untuk menumbuhkan digital mindset dan meningkatkan kapasitas UMKM dalam memanfaatkan berbagai saluran pemasaran digital sesuai dengan karakteristik usahanya. Adapun jumlah peserta program pembinaan on boarding tersebut mencapai 930 UMKM di sepanjang 2020—2021.
Selain itu, langkah nyata percepatan UMKM digital juga dilakukan oleh BI melalui pelaksanaan Karya Kreatif Indonesia (KKI). Selama pandemi berlangsung, KKI telah menjelma menjadi one stop virtual event berkualitas, terstrukutur, dan terintegrasi yang bisa mempertemukan UMKM dan calon pembeli secara virtual. KKI tahun 2021 tercatat diikuti oleh 525 UMKM, dikunjungi oleh 148.000 peserta secara online, dan mencatatkan omzet mencapai Rp32,03 Miliar.
Ke depan, selain dua dosis vaksin utama yang telah diberikan, BI juga terus memberikan vaksin booster kepada UMKM berupa pelatihan ekspor, korporatisasi, dan upaya peningkatan kapasitas lainnya. Segala upaya tersebut semata-mata ditujukan agar bisa mewujdukan resiliensi ekonomi nasional yang mampu tumbuh lebih tinggi, inklusif dan berkelanjutan.