Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produk Turunan Sawit Sulit Bersaing di Eropa, Mengapa?

Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) membeberkan alasan produk sawit Indonesia sulit masuk ke Uni Eropa.
Ilustrasi Refined, bleached, and deodorized (RBD) palm oil sebagai bahan baku minyak goreng/ The Edge Markets
Ilustrasi Refined, bleached, and deodorized (RBD) palm oil sebagai bahan baku minyak goreng/ The Edge Markets

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) mengungkapkan banyak hambatan dagang yang ada di Eropa sehingga produk turunan minyak sawit Indonesia sulit masuk ke kawasan tersebut.

Ketua Umum Apolin Rapolo Hutabarat menyampaikan alasan pertama mengapa produk sawit Indonesia sulit masuk karena Uni Eropa menuding industri sawit telah disubsidi oleh pemerintah.

“Jadi, pemerintah kita dituduh subsidi pengusaha kita, padahal tidak ada subsidi. Kemudian, persyaratan-persyaratan yang dibuat yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan biofuel,” kata Rapolo dalam diskusi virtual, Selasa (4/10/2022).

Rapolo mengungkapkan kendala lainnya ialah karena produk sawit Indonesia terkait isu keamanan pangan yaitu senyawa 3-MCPD dan Glycidil Ester (GE) yang jadi biang penyakit kanker. Namun, dia mengklaim, isu tersebut hanya untuk menjatuhkan produk sawit Indonesia.

“3MPCD itu ditengarai menyebabkan kanker terutama digunakan sebagai implant sebagai susu formula. Semua masyarakat Indonesia sudah berpuluh-puluh tahun menggunakan minyak sawit baik berupa minyak goreng, margarin atau sortening yang digunakan pabrik bakery dan roti sampai sekarang tidak ada kanker yang kita alami,” ujarnya.

Corporate Affair PT Musim Mas itu menyebut ekspor produk turunan minyak sawit ke Uni Eropa pada 2021 mencapai sekitar 590.000 ton dengan nilai US$710 juta.

Disisi lain, Rapolo menyebut bahwa volume ekspor Oleochemicel secara keseluruhan pada 2019 adalah 3,2 juta ton dengan nilai US$2,04 miliar. Kemudian meningkat menjadi 3,77 juta ton atau senilai US$2,64 miliar di 2020, dan di 2021 kembali mengalami peningkatan menjadi 4,2 juta ton atau mencapai US$4,42 miliar.

Sementara itu, volume ekspor pada 2022 tercatat 2,31 juta ton atau minus 3 persen dari tahun 2021 (Januari-Juli) dengan nilai US$3,55 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Indra Gunawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper