Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inflasi Tembus 5,95 Persen, Kemendagri dan BPS Sebut Belum Mengkhawatirkan

Menurut Mendagri Tito Karnavian, inflasi Indonesia tergolong ringan yakni masih dibawah 10 persen per tahun.
Pedagang bawang putih beraktifitas di salah satu pasar di Jakarta, Selasa (3/3/2020). Bisnis/Abdurachman
Pedagang bawang putih beraktifitas di salah satu pasar di Jakarta, Selasa (3/3/2020). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menilai belum terlalu khawatir meski tingkat inflasi yang telah menyentuh 5,95 persen (year-on-year/yoy) pada September 2022.

Kepala BPS Margo Yuwono menyampaikan, angka tersebut masih dalam kondisi yang moderat. Meski demikian, dia memperingatkan untuk waspada lantaran kondisi saat ini yang masih dipenuhi ketidakpastian.

“Tapi kalau lihat dari besarannya sebenarnya dibandingkan negara lain belum terlalu mengkhawatirkan ya, saya lebih senang menyebutnya masih dalam kondisi moderat ya tapi  perlu waspada melihat tantangan yang semakin berat ke depannya,” katanya dalam konferensi pers, Senin (3/10/2022).

Senada, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian melihat peningkatan inflasi dari 4,69 persen pada Agustus 2022 menjadi 5,95 persen pada bulan ini termasuk angka inflasi yang ringan.

Mengutip inflasi berdasarkan tingkat keparahannya versi Boediono (1985), Tito menyebutkan bahwa tingkat inflasi terbagi atas empat jenis yaitu inflasi ringan, inflasi sedang, inflasi berat dan inflasi sangat berat.

Dia menuturkan, inflasi ringan adalah inflasi di bawah 10 persen per tahun dimana ada kenaikan harga barang dan jasa namun belum memengaruhi sendi-sendi utama perekonomian suatu negara.

Kemudian, inflasi sedang adalah inflasi di kisaran 11-30 persen per tahun dimana sendi perekonomian mulai terganggu. Lalu di atas 30-100 persen tergolong inflasi berat dan mulai mengganggu perekonomian di suatu negara.

Sementara inflasi sangat berat adalah tingkat inflasi di atas 100 persen per tahun dimana inflasi di suatu negara tak bisa dikendalikan seperti yang terjadi di Sri Lanka.

“Jadi saya kira kita masih di bawah 10 persen, masih ringan, mulai terasa kenaikan tapi belum terpengaruh banyak pada sendi perekonomian kita,” ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper