Bisnis.com, JAKARTA - DPR RI telah menyetujui Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU RAPBN) 2023 menjadi Undang-Undang APBN 2023.
Penetapan atas pengesahan RUU APBN 2023 menjadi UU APBN 2023 dilakukan dalam Rapat Paripurna Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada hari ini Kamis (29/9/2022).
“Selanjutnya kami akan menanyakan kepada semua fraksi apakah rancangan undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2023 dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanya Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel dalam rapat.
Dengan persetujuan itu, maka asumsi makro untuk pertumbuhan ekonomi 2023 ditetapkan sebesar 5,3 persen. Sedangkan laju inflasi dipatok pada level 3,6 persen.
APBN 2023 menempatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp14.800. Sementara tingkat bunga SUN 10 tahun 7,90 persen.
Dalam postur APBN ini juga ditetapkan harga minyak mentah Indonesia US$90 per barel. Lifting minyak bumi sebesar 660.000 barel per hari. Pemerintah juga mematok tingkat pengangguran terbuka (TPT) 5,3 persen-6 persen serta tingkat kemiskinan 7,5 persen-8,5 persen.
Baca Juga
Setiap fraksi pun menyepakati RUU APBN 2023 agar disahkan menjadi UU APBN 2023. Adapun sebelum dilakukan pengesahan, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menyampaikan pendapat akhir mini fraksi.
“Kami akan menyampaikan pendapat akhir mini fraksi, sebagai sikap akhir fraksi atas RUU APBN TA 2023 yang disampaikan di rapat kerja banggar,” ujarnya.
Kendati demikian, Said tidak menyampaikan secara lengkap. Berikut pandangan sembilan fraksi DPR terhadap RUU APBN 2023:
- Fraksi PDIP
Pemerintah harus menggunakan seluruh sumber daya untuk mengakselerasi agenda reformasi struktural pasca pandemi dan penguatan sisi suplai untuk meningkatkan produktivitas.
- Fraksi Golkar
Meminta kepada pemerintah untuk menyiapkan bantalan fiskal yang memadai agar dapat mengantisipasi risiko ketidakpastian yang bisa muncul dari berbagai arah, mulai dari pandemi yang belum berakhir, krisis geopolitik, krisis energi, krisis pangan, hingga krisis finansial global.
- Fraksi Gerindra
Mengingatkan kepada pemerintah terkait penyertaan modal negara atau PMN bagi BUMN untuk lebih fokus dan selektif pada peningkatan kontribusi terutama kontribusi dividen terhadap APBN untuk terus menjaga ruang fiskal tetap sehat serta meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui penyerapan tenaga kerja yang luas.
- Fraksi Nasdem
Menegaskan agar pemerintah dapat menyelesaikan dan menuntaskan penagihan piutang negara atas dana talangan kasus lumpur Lapindo yang telah jatuh tempo dengan jalan mengambil alih jaminan berupa aset tanah yang menjadi dan masuk kolam serta tanggul lumpur. Sehingga pemerintah wajib untuk memastikan tanah dan bangunan yang pernah ada di kolam lumpur tersebut yang belum diselesaikan ganti ruginya, segera diselesaikan agar memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi korban secara keseluruhan tanpa dikotomi dan diskriminasi.
- Fraksi PKB
Mendesak kepada pemerintah agar melaksanakan Perpres Nomor 82/2021 tentang pendanaan penyelenggaraan pesantren, realisasinya dapat menunjang kegiatan di pesantren yang menjalankan fungsi pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat.
- Fraksi Demokrat
Meminta pemerintah agar dapat memerhatikan dengan seksama terkait pemberian subsidi dan kompensasi energi, jangan sampai pemberian subsidi dan kompensasi tersebut tidak tepat sasaran dan hanya kelompok tertentu saja yang menikmatinya.
- Fraksi PKS
Memberikan 27 catatan kepada pemerintah dan salah satunya yaitu pemerintah harus dapat meningkatkan efektivitas alokasi anggaran pendidikan yang signifikan. Kompetensi, kecukupan, ketersediaan, dan persebaran guru ke seluruh wilayah dan daerah harus mendapat perhatian dan prioritas oleh pemerintah terutama bagi kemajuan di daerah-daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) di Indonesia.
- Fraksi PAN
Mendorong agar pemerintah melakukan penyelesaian ganti rugi terhadap kasus-kasus yang sudah bersifat final, seperti ganti rugi kasus Lapindo di Sidoarjo, penyelesaian ganti kasus tanah serta ganti rugi pembebasan tanah untuk kepentingan umum yang belum dibayarkan.
- Fraksi PPP
Berpandangan atas RUU APBN Ta 2023 sebagai instrumen kebijakan fiskal, APBN TA 2023 harus berfungsi sebagai kebijakan fiskal yang ramah terhadap pertumbuhan (growth-friendly fiscal policies), kebijakan fiskal yang mempromosikan pertumbuhan inklusif yang dapat berpengaruh pada penurunan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan, serta kebijakan fiskal yang berguna untuk stabilitas ekonomi.