Bisnis.com, JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik diproyeksi menurun tajam pada tahun ini. Bank Dunia dalam laporannya memprediksi, pertumbuhan ekonomi di Asia Timur dan Pasifik melambat menjadi 3,2 persen tahun ini dari pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 7,2 persen. Meski masih positif, capaian ini menunjukkan perlambatan 55,55 persen
Pertumbuhan yang menurun tajam tersebut, dipicu oleh lambatnya pertumbuhan China akibat kebijakan zero Covid mereka. Kebijakan tersebut telah menghambat kegiatan ekonomi, mulai dari berkurangnya permintaan ekspor komoditas dan barang-barang manufaktur kawasan.
Meningkatnya inflasi di luar negeri juga menjadi risiko lain, lantaran telah memicu naiknya suku bunga, yang menyebabkan arus modal keluar dan depresiasi mata uang di beberapa negara Asia Timur dan Pasifik.
Perkembangan tersebut juga telah meningkatkan beban pembayaran utang dan mempersempit ruang fiskal, sehingga merugikan negara-negara yang memasuki pandemi dengan beban utang yang tinggi.
Sebagaimana diketahui, China merupakan 86 persen dari output ekonomi kawasan. Dalam laporan East Asia and the Pacific (EAP) Economic Update October 2022, ekonomi China diprediksi tumbuh sebesar 2,8 persen pada tahun ini atau turun signifikan dari perkiraan sebelumnya sebesar 5,0 persen.
Padahal di tahun sebelumnya, ekonomi China tumbuh 8,1 persen, menjadi pertumbuhan terbesar selama satu dekade. Adapun ekonomi China diperkirakan mulai meningkat menjadi 4,6 persen tahun depan.
Baca Juga
“Saat mereka bersiap untuk memperlambat pertumbuhan global, negara-negara harus mengatasi distorsi kebijakan domestik yang merupakan hambatan bagi pembangunan jangka panjang,” kata Wakil Presiden Bank Dunia Asia Timur dan Pasifik Manuela Ferro dalam sebuah pernyataan.
Bank Dunia juga memperingatkan terkait kebijakan mengontrol harga pangan dan subsidi energi. Pasalnya, kebijakan tersebut dinilai menguntungkan orang kaya dan menarik keluar pengeluaran pemerintah dari infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.
“Kebijakan tersebut dapat merusak produktivitas. Kebijakan yang lebih baik untuk makanan, bahan bakar, dan keuangan akan memacu pertumbuhan dan menjamin terhadap inflasi,” ujar Kepala Ekonom Bank Dunia Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo.