Bisnis.com, JAKARTA- Data dari Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, danPlastiklndonesia (Inaplas) menunjukkan impor produk petrokimia yang cukup tinggi. Sebagai gambaran, produk petrokimia hulu seperti polipropilena (PP), polivinil klorida (PVC), polietilena (PE), dan polistirena (PS) hampir mencapai 6 juta ton.
Persoalannya, hingga kini produksi dalam negeri belum mampu menutup volume permintaan seluruhnya. Industri dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 30 persen dari permintaan domestik.
Ketua Inaplas Suhat Miyarso mengatakan sebetulnya proyek baru yang ada sekarang ini ditujukan untuk subtitusi impor. Jadi selama proyek itu belum selesai terpaksa impor dilakukan, karena pertumbuhan di hilir itu cukup besar dan belum bisa dipenuhi.
Untuk substitusi impor ini memang harus bertahap, sebab volume tersebut sangat besar antara 40-50 persen. Sedangkan, untuk membangun itu perlu waktu lama sekitar 5 tahun, tidak bisa instan.
“Kebutuhan akan produk petrokimia dalam negeri diperlukan segera. Jika terus mengandalkan impor, imbasnya harga produk olahan atau produk turunan dari petrokimia akan semakin tinggi. Indonesia pun dapat selamanya mengandalkan impor, yang akan terus menjadi beban anggaran negara,” ungkap Suhat di Jakarta, dikutip pada Selasa (27/9/2022).
Lebih lanjut Suhat mengatakan pendirian pabrik-pabrik petrokimia ini memberikan angin segar untuk perkembangan ekonomi dalam negeri. Dengan peningkatan jumlah produksi petrokimia di Indonesia, nilai volume impor produk petrokimia akan menurun.
Baca Juga
“Di samping itu, industri petrokimia adalah sektor yang padat karya yang menyerap tenaga kerja cukup tinggi. Sebagai gambaran, satu pendirian pabrik petrokimia baru dapat menyerap sekitar lebih dari 25.000 tenaga kerja, termasuk tenaga kerja ahli. Efek berkesinambungan yang positif ini tentunya akan mendorong perekonomian di Indonesia,” tukasnya.
Di tempat yang sama, Sekertaris Jenderal Inaplas Fajar Budiono mengatakan kalau substitusi impor itu akan signifikan pada lima tahun mendatang, terutama terkait impor plastik itu kode HS 3901 sampai 3907 yang cukup besar. “Tapi dengan adanya proyek seperti CAP 2 yang akan jalan pada 2026, serta Lotte dan lainnya kemungkinan Indonesia malah bisa ekspor pada 2029, karena kan akan ada banyak proyek baru nanti. Semoga substitusi impor bisa kita capai dari sekarang ini,” tutupnya.