Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Suku Bunga Naik, Harga Spare Part Otomotif Bakal Ikut Meningkat?

Kenaikan suku bunga berpotensi memicu harga spare part otomotif sehingga memengaruhi minat konsumen.
Pekerja menyelesaikan pembuatan komponen otomotif di pabrik PT Dharma Polimetal Tbk. (DRMA) di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (20/9/2022). Bisnis/Suselo Jati
Pekerja menyelesaikan pembuatan komponen otomotif di pabrik PT Dharma Polimetal Tbk. (DRMA) di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (20/9/2022). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA -- Kalangan ekonom menilai kenaikan suku bunga acuan bakal memicu peningkatan harga spare part otomotif.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan hal tersebut memungkinkan sejalan dengan beban ganda yang dimiliki pelaku industri manufaktur setelah dihimpit kenaikan harga bahan baku dan biaya logistik.

"Sementara itu, dari sisi permintaan tidak semua industri sudah pulih, masih ada beberapa sektor yang tertinggal. Kenaikan suku bunga akan diteruskan kepada konsumen melalui penyesuaian harga jual produk akhir," ujar Bhima kepada Bisnis, Kamis (22/9/2022).

Adapun, dia menilai industri otomotif beserta komponennya menjadi yang paling rentan. Sebab, kenaikan suku bunga dinilai memengaruhi minat minat konsumen otomotif, baik roda 2 maupun roda 4, untuk belanja dalam waktu dekat.

Pandangan ini senada dengan kalangan pelaku usaha yang memperkirakan kenaikan suku bunga bakal berdampak merata terhadap seluruh sektor industri. Namun, dampak paling nyata dinilai paling dirasakan oleh industri kecil dan menengah (IKM).

Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widaja Kamdani, dampak menyeluruh tersebut dikarenakan beban suku bunga bersifat lintas lintas sektoral.

"Sebab, beban suku bunga ini sifatnya lintas sektoral, [jadi] semua sektor usaha bisa terkena dampak negatif," kata Shinta.

Sebagaimana diketahui, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada 21-22 September 2022 memutuskan kenaikan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,25 persen.

Sejalan dengan keputusan ini, BI menetapkan suku bunga Deposit Facility sebesar 50 basis poin menjadi 3,5 persen dan suku bunga Lending Facility menjadi 5,0 persen.

Keputusan ini diambil sebagai langkah front loaded dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi, serta memastikan inflasi inti kembali ke sasaran 2-4 persen pada paruh kedua 2023.

Namun demikian, Shinta menilai efek inflasi justru mengakumulasi beban usaha sehingga kenaikan suku bunga yang nyaris mencapai 1 persen memperbesar dampak yang ditimbulkan kepada pelaku industri.

"Kemungkinan besar, sulit bagi pelaku usaha untuk menahan kenaikan harga, khususnya industri yang sebelumnya juga sudah menahan atau berupaya menyerap peningkatan beban," ujarnya.

Dampaknya, kata Shinta, akan paling dirasakan oleh pelaku industri kecil dan menengah yang umumnya dikenakan suku bunga pinjaman lebih tinggi karena profil risiko dan kerentanan terkena risiko default.

"Sebab, secara finansial kecukupan modal dan turn over IKM terbatas sehingga belum tentu bisa menanggung beban kenaikan suku bunga pinjaman," jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rahmad Fauzan
Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper