Bisnis.com, JAYAPURA - Terminal Petikemas Jayapura menuturkan sejumlah hambatan yang saat ini masih dihadapi. Infrastruktur di luar pelabuhan sampai dengan minimnya muatan keluar masih menjadi keprihatinan dari pelabuhan paling ujung timur Indonesia itu.
Menurut Pelaksana Harian (Plh) Head Terminal Petikemas Jayapura Bani Sahara, hambatan-hambatan operasional tersebut ada yang berasal dari eksternal maupun internal pelabuhan.
Salah satu contoh hambatan eksternal yang masih dihadapi yakni infrastruktur jalan di luar pelabuhan dinilai belum mendukung operasional pelabuhan. Luas jalan yang masih sempit dinilai menghambat jalan bagi truk barang atau kontainer.
"Jalan di luar itu kecil dan sempit. Sementara itu mobil-mobil peti kemas itu besar. Mungkin itu yang menghambat jalur logistik, tapi itu bukan wewenang kami [untuk menangani]," ujar Bani kepada Tim Jelajah Pelabuhan Bisnis Indonesia, Kamis (15/9/2022).
Menurut pantauan Tim Jelajah Pelabuhan, jalan menuju Pelabuhan Jayapura atau Port Numbay memang memiliki kontur yang tidak rata karena merupakan kawasan perbukitan. Posisi pintu masuk pelabuhan tepat berada di pinggir jalan.
Selain infrastruktur jalan, pergudangan yang belum siap beroperasi selama 24 jam turut menyebabkan kesulitan dalam operasional pelabuhan. Padahal, pelabuhan beroperasi 1x24 jam kecuali hari Minggu (sampai dengan siang) untuk kebutuhan beribadah.
Baca Juga
"Kami tidak didukung oleh kesiapan gudang di Jayapura. Jadi walaupun kami siap untuk mengantarkan barang dari pelabuhan, tapi jika gudang belum mau ambil ya akhirnya kontainer tinggal juga dalam terminal," tutur Bani.
Terkait dengan hambatan internal, dia menyebut saat ini masih sulit untuk mencari suku cadang tertentu di Jayapura. Sehingga, pencarian suku cadang masih harus dilakukan ke daerah-daerah seperti Makassar, Jakarta, maupun Surabaya.
Di sisi lain, Terminal Petikemas Jayapura juga masih menghadapi kesulitan terkait dengan ketimpangan antara muatan komoditas masuk (bongkar) dan keluar (muat).
Pada 2021, muatan komoditas masuk sebanyak 1,07 juta ton untuk barang-barang seperti sembako, material konstruksi, dan semen. Namun, jika dibandingkan dengan muatan komoditas yang keluar (muat) seperti komoditas alam asli Papua, jumlahnya sangat timpang yakni hanya 157.951 ton.
Kurangnya industri yang ada di Papua, kata Bani, turut menyebabkan Papua masih mengandalkan hasil alam untuk dibawa ke luar daerah ketimbang barang atau produk jadi. Beberapa komoditas yang paling banyak dibawa ke luar Papua yakni kayu, CPO, kernel, sampai dengan ikan.
"Muatan keluar itu 20 persen saja. Sementara sisanya itu empty atau kontainer kosong saja menunggu diisi kembali. Yang masuk itu lebih banyak 80 persen jika dibandingkan yang keluar," kata Bani.