Bisnis.com, JAKARTA- Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) masih optimistis bisnis ritel masih akan terus berkembang meski diiringi kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Ada beberapa alasan bisnis ritel akan terus ekspansi, salah satunya ditopang konsumsi masyarakat menengah ke atas yang justru melonjak.
Ketua Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan sebelum terjadinya pandemi, pertumbuhan dana pihak ketiga tumbuh sebesar 12 persen. Namun pada tahun ini pertumbuhannya hanya 8,9 persen.
“Masih optimistis [akan tumbuh], meskipun adanya inflasi, daya beli, tapi kita tahu yang menengah atas justru spending money sekarnag. Karena mereka selama pandemi 2 tahun terakhir tidak belanja apa-apa, mereka menahan belanja. Sekarang dana pihak ketiga di BI jadi 8,9 persen,” ujar Roy, Rabu (14/9/2022).
Roy mengatakan Indonesia patut bersyukur inflasinya masih terkendali tidak seperti negara-negara lain. Bank Indonesia memprediksi inflasi tahunan Indonesia pada 2022 akan tembus 5,2 persen. Padahal, kata Roy, inflasi merupakan musuh dari bisnis ritel. Sebab, ketika inflasi tinggi akan mengurangi konsumsi masyarakat.
“Kita harus resilience saat ini. inflasi kita sekarang 5,2 persen kalau gak salah. Tapi dunia sekarang rata-rata bergerak semua. Kalau bicara inflasi itu sebenarnya musuhnya ritel. Kenapa? Karena aa pengurangan daya beli. Nilai rupiah kita turun sehingga orang untuk membeli kalau dulu Rp10.000 bisa 2 barang sekarang hanya 1 barang dan itu akan mengurangi produktivitas ritel,” jelas Wakil Presiden Komisaris PT Matahari Putra Prima.
Lebih lanjut, dia pun mengapresiasi berbagai upaya pemerintah untuk tetap menjaga inflasi ini. Tingkat inflasi tahun kalender (Januari–Juli) 2022 sebesar 3,85 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Juli 2022 terhadap Juli 2021) sebesar 4,94 persen.
Baca Juga
“Dalam berbagai kesempaan, tadi dengan Bank Indonesia Aprindo bertemu, BI bilang apapun kebijakan fiscal dan moneter semua bertujuan untuk menjaga inflasi, menjaga daya beli. Kalau ada pemerintqh berkata demikian berarti aman. Kalau pemerintah tidak pernah beri statmen itu kita juga gundah gulana,” ujar Roy.
Selain itu, dia juga membeberkan alasan lain bahwa sektor ritel tetap akan tumbuh yaitu mulai tumbuhnya kombinasi antara offline dan online. Dia menilai saat ini sudah tidak ada lagi dikotomi online dan offline.
“Setiap offline harus punya online. Setiap online punya offline. Kita tidak bicara di Indonesia saja. Tapi di luar juga sudah umum. Ali Baba juga ada offline. Harus balance antara oflline dan online. Amazon sudah ada Amazondo di Seattle. JD ID ada di Pantai Indah Kapuk itu ada offline. Bli Bli ada Blibli Mart. Jadi ini rangkaian keniscayaan yang harus dihadapi,” ujar Roy.
Bank Indonesia mencatat penjualan ritel yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Agustus diperkirakan mencapai 202,8. Indeks diperkirakan meningkat 5,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Indeks juga menguat 1,3 persen dibandingkan Juli (month to month/mtm).
Namun, BI memperkirakan penjualan eceran pada Oktober 2022 dan Januari 2023 (3 dan 6 bulan yang akan datang) akan menurun. Indeks ekspektasi penjualan (IEP) Oktober 2022 dan Januari 2023 2022 masing-masing tercatat 148,7 dan 155,8 atau turun dibandingkan 149,6 pada September 2022 dan 157 Desember 2022.