Bisnis.com, JAKARTA - Nestle Indonesia mempertimbangkan untuk menaikkan harga produk pascapenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Direktur Corporate Affairs Nestlé Indonesia Sufintri Rahayu mengatakan bahwa pertimbangan perusahaan menaikkan harga produk berdasarkan di antaranya biaya transportasi dan harga bahan baku.
"[Namun] kenaikan harga perlu dipertimbangkan dari berbagai faktor, tidak hanya dari kenaikan biaya transportasi ataupun harga bahan baku," kata Sufintri kepada Bisnis, Selasa (6/9/2022).
Kendati demikian, dia tidak memberikan keterangan lebih jauh mengenai faktor-faktor lain yang menjadi pertimbangan perusahaan terkait dengan perihal penyesuaian harga sebagai dampak kenaikan harga BBM.
Untuk saat ini, lanjutnya, Nestle Indonesia terus melakukan pemantauan terkait dengan perkembangan situasi dan kondisi yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM.
Namun, apabila terjadi kenaikan, Sufintri memastikan perusahaan melakukan penyesuaian harga produk dengan cara yang bertanggung jawab.
Baca Juga
Sebagai informasi, penjualan global perusahaan asal Swiss tersebut tercatat tumbuh 5,4 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada kuartal I/2022.
Berdasarkan informasi perusahaan, nilai penjualan pada periode tersebut mencapai US$23,4 miliar atau setara Rp335,64 triliun (kurs Rp14.344 per dolar AS).
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI) Adhi Lukman mengatakan bahwa ongkos produksi berpotensi naik di kisaran 1-2 persen akibat kenaikan harga BBM.
Sebagaimana diketahui, harga bahan bakar solar mengalami kenaikan sekitar 24 persen dari Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter sejak pemerintah menaikkan harga pada akhir pekan lalu.
Adhi menjelaskan, ongkos logistik di industri mamin memiliki kontribusi rata-rata sekitar 6 persen terhadap keseluruhan biaya produksi.
Di industri mamin, sambungnya, BBM berkontribusi sekitar 50 persen dari keseluruhan ongkos logistik. Sisanya, dikeluarkan untuk biaya supir tol dan lain-lain.