Bisnis.com, JAKARTA -- Antisipasi pemerintah atas kenaikan harga BBM melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT) senilai Rp12,4 triliun diprediksi tidak memberikan efek siginifikan bagi industri penyedia kebutuhan pokok, khususnya makanan dan minuman (mamin).
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan efek BLT bagi industri mamin relatif kecil karena implementasinya tidak menjangkau masyarakat kelas menengah sebagai salah satu kelompok dengan pengeluaran terbesar.
"Efek BLT relatif kecil dibandingkan dengan dampak yang ditimbulkan dari kenaikan BBM. BLT ditujukan kepada masyarakat kelas bawah, sedangkan masyarakat kelas menengah berkontribusi lebih besar," ujar Bhima kepada Bisnis, Senin (5/9/2022).
Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang diolah, sampai dengan Maret 2022 distribusi pengeluaran 40 persen penduduk yang tergolong sebagai masyarakat kelas menengah adalah 35,47 persen dari total populasi nasional.
Jumlah tersebut jauh di atas 40 persen penduduk kelas bawah dengan persentase distribusi pengeluaran sebesar 18,06 persen dibandingkan dengan total populasi nasional sampai dengan Maret tahun ini.
Kondisi ini berpotensi menyetop tren pengeluaran per kapita/bulan masyarakat Indonesia untuk keperluan makanan dan minuman yang tercatat konsisten mengalami kenaikan dalam kurun 5 tahun terakhir.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengeluaran per kapita/bulan nasional untuk pembelian produk makanan dan minuman di Indonesia pada 2021 naik 15,24 persen dari 2017.
Total, pengeluaran per kapita/bulan nasional untuk pembelian produk makanan dan minuman pada 2021 senilai Rp622.845, sedangkan pada 2017 pengeluaran per kapita/bulan untuk keperluan yang sama senilai Rp527.956.
Selain itu, kondisi tersebut di atas menjadi antitesis atas keyakinan kalangan pelaku industri mamin yang menilai tren penurunan komoditas pangan dalam beberapa waktu terakhir mampu mengompensasi dampak kenaikan harga BBM.
Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI) Adhi Lukman menilai kenaikan harga BBM tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap industri seiring dengan turunnya harga bahan baku.
Menurutnya, penurunan harga komoditas akan menjadi kompensasi dari bertambahnya ongkos produksi yang berpotensi naik di kisaran 1-2 persen akibat kenaikan harga bahan bakar minyak.
Sekadar informasi, ongkos BBM berkontribusi sekitar 50 persen dari keseluruhan ongkos logistik di industri mamin. Sisanya, dikeluarkan untuk biaya sopir tol dan logistik lainnya.