Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Karut-Marut Tata Kelola Ojek Online saat Gejolak Harga BBM Naik

Tata kelola ojek online yang diatur oleh Kementerian Perhubungan nampak karut-marut di tengah gejolak harga BBM naik.
Pengemudi ojek online mengisi BBM di salah satu stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Jakarta, Selasa (14/4/2020). PT Pertamina (persero) membuat program khusus selama masa darurat pandemi virus corona atau Covid-19 untuk para pengemudi ojol. Pertamina meluncurkan layanan khusus untuk para ojol berupa cashback saldo LinkAja dengan maksimal nilai Rp15.000 per hari, untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Pertamina melalui aplikasi MyPertamina. Bisnis/Arief Hermawan P
Pengemudi ojek online mengisi BBM di salah satu stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Jakarta, Selasa (14/4/2020). PT Pertamina (persero) membuat program khusus selama masa darurat pandemi virus corona atau Covid-19 untuk para pengemudi ojol. Pertamina meluncurkan layanan khusus untuk para ojol berupa cashback saldo LinkAja dengan maksimal nilai Rp15.000 per hari, untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Pertamina melalui aplikasi MyPertamina. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Tata kelola ojek online (ojol) menjadi sorotan di tengah rencana penaikan tarif oleh Kementerian Perhubungan dan gejolak harga BBM yang sudah naik.

Ternyata, rencana penaikan tarif ojol bersamaan dengan harga BBM naik hanyalah bagian permukaan atas gunung es dari karut-marut permasalahan kesejahteraan pengemudi sampai dengan wewenang pemerintah.

Seperti diketahui, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah menunda pemberlakuan tarif ojol yang tertuang dalam Keputusan Menteri (KM) No. 564/2022.

Alasannya, regulator perlu menjaring lebih banyak aspirasi dari berbagai pemangku kepentingan sebelum menaikkan tarif ojol. Salah satunya adalah asosiasi pengemudi ojol.

Kendati demikian, pengemudi justru menilai pemerintah kurang serius dalam persoalan tata kelola layanan transportasi tersebut. Khususnya, soal hubungan kemitraan yang saat ini berlaku antara pengemudi dan perusahaan aplikasi seperti Gojek, Grab, Maxim, dan lain-lain.

Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menilai terdapat berbagai macam kepentingan yang menyebabkan pengemudi ojol tak kunjung diakui sebagai pekerja.

Akibatnya, banyak hak-hak pekerja para pengemudi yang terabaikan seperti tidak adanya upah minimum layak, jaminan hari kerja, dan hak pekerja perempuan seperti cuit haid, menyusui, melahirkan, dan keguguran.

Untuk itu, SPAI mendorong agar status pengemudi berganti menjadi pekerja alih-alih berstatus mitra. Hal itu agar permasalahan ojol tidak hanya berkutat soal tarif.

"Bila ojol sudah diatur dalam UU ketenagakerjaan, tugas Pemda tinggal mengatur besaran UMP, tidak perlu lagi berkutat dalam persoalan tarif," ujar Ketua SPAI Lily Pujiati, Rabu (31/8/2022).

Masalah terkait dengan status pengemudi ojol turut membuka tabir permasalahan lainnya yakni pihak regulator yang memiliki wewenang atas pengaturan layanan transportasi tersebut.

Melihat kondisi saat ini, SPAI menyatakan setuju apabila pengaturan ojol diberikan kepada pemerintah daerah masing-masing.

"Dengan syarat melibatkan pekerja ojol dan untuk kedepannya Pemda harus memutuskan status ojol sebagai pekerja [bukan Mitra] sesuai dengan UU Ketenagakerjaan," terang Lily.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper