Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indef: Indonesia Jangan Hanya Jadi Penonton Saat Gencatan Dagang AS-China

Indonesia perlu aktif menjemput peluang kondisi terbaru perang dagang, dengan penetrasi pasar ekspor nontradisional hingga insentif untuk substitusi impor.
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (22/6/2022). / Bisnis-Eusebio Chrysnamurti
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (22/6/2022). / Bisnis-Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance atau Indef menilai kesepakatan 'gencatan senjata' dalam perang dagang Amerika Serikat-China perlu disambut dengan taktis oleh pemerintah Indonesia.

Kepala Departemen Makroekonomi Indef, M. Rizal Taufikurahman mengatakan fenomena itu dinilai belum menjamin dampak signifikan bagi perekonomian Indonesia jika tidak direspons secara strategis.

Menurutnya, kesepakatan tersebut memang memberikan sentimen positif jangka pendek bagi ekonomi global, termasuk Indonesia, terutama melalui penurunan tarif dan potensi pemulihan rantai pasok. Namun, dia mengingatkan bahwa perjanjian itu bersifat sementara dan lebih merupakan langkah taktis dibandingkan strategi jangka panjang yang menyeluruh.

“Lebih penting adalah bagaimana Indonesia mampu merespons peluang ini secara terukur dan terarah. Jangan sampai kita hanya menjadi penonton ketika negara lain mulai memanfaatkan celah pasar yang terbuka akibat relaksasi tarif tersebut,” ujar Rizal saat dihubungi Bisnis, Selasa (13/5/2025).

Rizal menekankan pentingnya langkah konkret dari pemerintah Indonesia agar tidak hanya bersikap reaktif.

Dia mengusulkan setidaknya tiga strategi utama untuk memaksimalkan peluang dari kesepakatan tersebut.

Pertama, perluasan akses pasar ekspor harus diimbangi dengan reformasi struktural, terutama di sektor logistik dan penguatan industrialisasi berbasis nilai tambah.

Kedua, diplomasi dagang perlu diarahkan pada penetrasi pasar nontradisional agar Indonesia tidak terus bergantung pada AS dan China. Ketiga, strategi substitusi impor harus digencarkan, didukung dengan insentif fiskal dan kebijakan industri yang konsisten.

Rizal menegaskan bahwa tanpa upaya serius dan terencana dari pemerintah, kesepakatan dagang antara dua raksasa ekonomi dunia ini hanya akan memberi efek psikologis sementara tanpa dampak riil bagi perekonomian nasional.

“Di atas semua itu, stabilitas makroekonomi harus dijaga dengan kebijakan yang pro-investasi dan memperkuat ketahanan ekonomi domestik,” pungkas Rizal.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper