Bisnis.com, JAKARTA - Kenaikan biaya logistik nasional tidak bisa dihindari sebagai efek domino kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite, Solar dan Pertamax.
Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi menyampaikan hal itu dikarenakan mayoritas pelaku logistik nasional termasuk operator truk pengangkut barang dan logistik selama ini menggunakan BBM bersubsidi karena tuntutan pasar/konsumen yang tinggi atas biaya logistik yang rendah.
"Kami memahami adanya potensi kenaikan cost logistik terutama yang behubungan dengan aktivitas truk barang dan logistik akibat kenaikan BBM Solar bersubsidi tersebut. Namun berapa persen besaran idealnya kenaikan tarif angkutan barang itu mesti dinegosiasikan secara bersama," ujarnya, Senin (5/8/2022).
Dia menjelaskan efek langsung terhadap komponen BBM dalam formula hitungan biaya angkutan darat atau trucking berkontribusi sekitar 35-40 persen.
"Sehingga berapapun koefisien kenaikan BBM akan berdampak besar," ujarnya.
Sementara itu, untuk efek tidak langsungnya, dia menjelaskan berkaitan dengan biaya lain seperti harga maintenance dan sparepart yang juga akan terdongkrak naik. Pasalnya, kenaikan harga BBM diyakini bakal meningkatkan ongkos produksi dan pengiriman spare part kepada pengusaha/pemilik truk.
Yukki menjelaskan imbas kenaikan harga BBM bersubsidi akan berpotensi menekan kinerja logistik nasional. Menurutnya, kinerja logistik akan mengalami tekanan sangat besar, karena komponen BBM dalam angkutan darat cukup tinggi. Apalagi, distribusi barang dengan moda transportasi darat secara nasional masih didominasi angkutan darat.
Belum lagi, kata Yukki, respons pasar pengguna angkutan, yang pada dasarnya free market, seakan tidak peduli dan membebankan pergeseran harga akibat kenaikan harga BBM kepada pelaku penyedia jasa angkutan. Hal ini karena mereka menganggap dasar kenaikan hanya harga BBM sebagai akibat langsung tersebut.
Menurut Yukki, kondisi industri logistik di tengah momentum pemulihan ekonomi sekarang ini cukup baik. Terutama karena volume yang sudah berangsur naik dan mobilitas semakin longgar.
Hanya saja, imbuhnya, industri logistik masih memerlukan dukungan pemerintah guna memastikan agenda pemerintah bisa terealisasi.
Oleh karena itu, ALFI menilai perlu kepastian mengenai ketersediaan suplai BBM tanpa henti secara nasional. Dia menyebut fenomena antrian pengisian BBM di SPBU yang terjadi beberapa hari terakhir ini cukup masif dan memprihatinkan hingga berdampak kepada kinerja logistik, karena produktivitas barang modal tidak optimal.
"Supply chain itu bicara reliability and sustainability yang predictable sesusai forecast, pun demikian dalam hal BBM dari supply dan demand," ungkapnya.