Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga BBM Naik, Buruh Tuntut Kenaikan Upah 13 Persen di 2023

Buruh yang tergabung dalam KSPI menuntut kenaikan upah 10-13 persen di 2023 seiring dengan kenaikan harga BBM.
Demo massa Partai Buruh di depan gedung DPR RI, Rabu (15/6). JIBI/Bisnis- Afiffah Rahmah
Demo massa Partai Buruh di depan gedung DPR RI, Rabu (15/6). JIBI/Bisnis- Afiffah Rahmah

Bisnis.com, JAKARTA – Organisasi serikat buruh menuntut kenaikan upah sebesar 10 persen pada 2023 sejalan dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar yang lebih dari 30 persen.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal sebelumnya telah mengumumkan akan menggelar aksi demo menolak kenaikan harga BBM di depan Gedung DPR pada 6 September 2022.

Dia mengatakan jika aksi tersebut tidak membuahkan hasil, KSPI bersama anggotanya akan menggelar aksi lanjutan dengan menuntut kenaikan upah buruh setidaknya 10 persen hingga 13 persen untuk 2023.

"Bilamana aksi 6 September tidak didengar pemerintah dan DPR, maka Partai Buruh dan KSPI akan mengorganisir aksi lanjut dengan mengusung isu tolak kenaikan harga BBM, tolak Omnibus Law, dan naikkan upah tahun 2023 sebesar 10 persen sampai 13 persen,” kata Said, Sabtu (3/9/2022).

Tahun ini pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan hanya menaikkan upah minimum sebesar 1,09 persen. Untuk 2023 pun kenaikan upah diprediksi sama dengan 2022 yang mengacu pada Pasal 26 PP No. 36/2021.

Artinya, bila seorang pekerja mendapatkan gaji Rp3 juta per bulan, dia hanya mendapat kenaikan upah sebesar Rp30.000. Dengan kenaikan BBM yang berpotensi menaikkan harga bahan pokok, dikhawatirkan akan menggerus daya beli para buruh/pekerja.

Meski pemerintah telah berusaha mengendalikan kenaikan harga BBM dengan memberikan bantuan subsidi upah (BSU) sebesar Rp150.000 untuk 4 bulan atau Rp600.000 per orang, menurut Said Iqbal ini hanya "gula-gula saja" agar buruh tidak protes.

“Tidak mungkin uang Rp150.000 akan menutupi kenaikan harga akibat inflasi yang meroket,” ujarnya.

Dia juga mengkhawatirkan, dengan naiknya harga BBM maka ongkos energi industri akan meningkat. Hal itu dapat memicu terjadinya ledakan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal memprediksi dengan setiap kenaikan 10 persen BBM akan mendorong inflasi 1,2 persen. Saat ini harga BBM terbaru naik lebih dari 30 persen. Harga Pertalite naik 30,7 persen dan Solar naik 32 persen.

“Kalau Pertalite Solar ini di atas 30 persen dapat sampai 3,6 persen tambahan inflasi,” jelasnya, Minggu (4/9/2022).

Dia menuturkan, apabila melihat kondisi inflasi Juli 2022 yang sudah turun dari 4,94 persen menjadi 4,69 persen (yoy), inflasi di bulan-bulan mendatang mungkin terkerek menyentuh 8 persen.

Sementara itu, apabila upah atau gaji hanya mengalami kenaikan 1 persen per tahunnya, Faisal melihat akan terjadi penurunan daya beli pekerja.

“Inflasi akan lebih tinggi dibandingkan kenaikan upah secara nominal, upah riil akan turun. Artinya daya beli dari pekerja akan turun,” ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, pemerintah resmi menaikkan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar pada 3 September 2022. Harga Pertalite naik dari Rp7.650 menjadi Rp10.000 per liter, sedangkan harga solar subsidi naik dari Rp5.150 menjadi Rp6.800 per liter.

Selain itu, pemerintah juga menaikkan harga BBM nonsubsidi Pertamax dari Rp12.500 menjadi Rp14.500.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper