Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memperkirakan biaya logistik dan harga produk manufaktur bisa naik 10-15 persen apabila harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar naik.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang mengatakan pemerintah saat ini tengah menggodok rencana penyesuaian harga BBM sebagai respons atas kenaikan harga energi dunia.
"Krisis energi terjadi dengan harga energi terus mengalami kenaikan. Pemerintah sendiri saat ini tengah menggodok rencana penyesuaian harga BBM," kata Agus via siaran pers, Rabu (31/8/2022).
Berdasarkan asumsi pemerintah, pengeluaran industri besar dan sedang (IBS) untuk keperluan bahan bakar dan pelumas bakal naik tipis menjadi Rp60 triliun dari Rp58,7 triliun pada 2019 lalu, atau 1,4 persen dari total biaya produksi.
Sejumlah sektor industri manufaktur juga sudah membuat perkiraan dampak harga BBM yang dikabarkan naik pada 1 September 2022 terhadap ongkos produksi.
Industri makanan dan minuman (mamin) misalnya, berpotensi naik di kisaran 1-2 persen jika harga BBM naik di kisaran 30 persen.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI) Adhi Lukman mengatakan perkiraan kenaikan produk mamin tersebut didorong oleh ongkos logistik yang disebut juga akan terkerek jika harga BBM naik.
"Kalau BBM naik di kisaran 30 persen, maka kira-kira akan berpengaruh terhadap peningkatan ongkos produksi sebesar 1-2 persen," kata Adhi.
Dia menjelaskan, ongkos logistik memiliki kontribusi rata-rata sekitar 6 persen terhadap keseluruhan biaya produksi. Di industri mamin, sambung Adhi, BBM berkontribusi sekitar 50 persen dari keseluruhan ongkos logistik. Sisanya, dikeluarkan untuk biaya supir tol dan lain-lain.
Kendati ongkos produksi naik, tetapi penurunan harga bahan baku pangan yang mulai menunjukkan tren penurunan dalam beberapa waktu terakhir disebut bisa menjadi kompensasi bagi pelaku industri.
Dengan kata lain, Adhi mengatakan kenaikan harga BBM tidak akan terlalu memberikan dampak signifikan terhadap industri makanan dan minuman di Tanah Air.