Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah sampai saat ini masih mengkaji rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi hingga pembatasan pembelian Pertalite dan Solar.
Namun, sinyal kenaikan harga BBM bersubsidi semakin hari semakin menguat dalam beberapa hari terakhir. Adapun, rencana pemerintah menaikkan harga BBM ialah untuk menjaga aggaran subsidi energi agar tidak melebih alokasi dari APBN sebesar Rp502 triliun.
Untuk diketahui, pemerintah telah menyiapkan tiga macam bantalan sosial untuk menghadapi kenaikan harga BBM. Beberapa bantuan sosial tersebut antara lain Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp12,4 triliun untuk 20,65 juta KPM, Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebesar Rp9,6 triliun untuk 16 juta pekerja.
Selain itu, pemerintah daerah juga diminta menyiapkan sebanyak dua persen dari Dana Transfer Umum (DTU), yaitu DAU (Dana Alokasi Umum) dan DBH (Dana Bagi Hasil), untuk pemberian subsidi di sektor transportasi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan subsidi transportasi akan berasal dari dana transfer umum yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH), sebesar 2 persen yang dibayarkan oleh pemerintah daerah. Fungsinya, untuk subsidi transportasi angkutan umum sampai dengan ojek.
"Kami di Kemenkeu juga menetapkan PMK, di mana 2 persen dari dana transfer umum, yaitu DAU dan DBH, diberikan kepada rakyat dalam bentuk subsidi transportasi untuk angkutan umum, sampai dengan ojek dan nelayan, serta untuk perlinsos tambahan," ujar Sri Mulyani di Istana Negara, Senin (29/8/2022).
Adapun, penyaluran bantalan sosial merupakan bantuan yang diberikan pemerintah sebagai pengalihan dari subsidi BBM dari APBN. Sektor transportasi menjadi salah satu sektor yang akan terdampak dari kenaikan harga BBM, yang waktunya masih belum diungkap oleh pemerintah.