Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah opsi telah disiapkan pemerintah sebelum memutuskan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi dalam waktu dekat. Opsi tersebut merupakan respon terhadap gap harga keekonomian dan harga jual Pertalite dan Solar yang kian melebar, sebagai akibat dari melonjaknya harga minyak dunia.
Staf Khusus Menteri Koordinator Perekonomian Raden Pardede menyampaikan opsi-opsi yang telah dibuat nantinya akan diberikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Banyak opsi. Tentu nanti bapak Presiden akan memilih yang paling optimal, yang terbaik ya," kata Raden saat ditemui usai rapat di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Rabu (24/8/2022).
Dia mengatakan tentunya keputusan yang akan dipilih Jokowi diusahakan agar tidak membebani masyarakat, terutama kelompok masyarakat menengah ke bawah.
Raden tidak membantah saat ditanya apakah kenaikan harga BBM menjadi salah satu opsi yang disodorkan ke Jokowi.
"Ya semuanya. Dibuat bisa pembatasan, bisa kenaikan [harga BBM] bisa apapun ya" ujarnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Sejumlah menteri kabinet Joko Widodo terlihat mendatangi Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat pada Rabu (24/8/2022). Beberapa menteri yang hadir antara lain Menkeu Sri Mulyani dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu, Menteri BUMN Erick Thohir, hingga Menteri ESDM Arifin Tasrif.
Rapat tersebut dipimpin langsung oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta Pusat beberapa jam sebelumnya.
Subsidi Jebol
Dalam dua hari terakhir, pemerintah dan DPR RI terus melakukan rapat koordinasi untuk membahas skenario harga BBM. Sebelumnya, Menteri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah akan menghitung semua kemungkinan lantaran kuota subsidi energi sebesar Rp502 triliun pada APBN 2022 akan habis jika tidak ada tindakan yang tepat.
Jebolnya subsidi energi, termasuk BBM, LPG 3 kg, dan listrik, lantaran tingginya konsumsi masyarakat. Hal tersebut diperparah dengan masih lebarnya gap antara harga jual energi di masyarakat dengan harga keekonomian secara global.
Harga minyak dunia masih bergerak di US$104,9 per barrel, padahal pemerintah mematok asumsi US$100 per barrel. Lalu, nilai tukar rupiah pun masih bergerak di kisaran 14.750, sementara asumsi APBN adalah di 14.450.
Kemenkeu memperkirakan bahwa jika kondisi itu terus berlanjut, kebutuhan anggaran subsidi BBM akan meningkat Rp189 triliun, sehingga totalnya pada 2022 mencapai Rp700 triliun. Perhitungan itu bahkan hanya mencakup pertalite dan solar, belum termasuk LPG 3 kilogram dan listrik.
Sri Mulyani menyampaikan terdapat tiga skenario yang dapat dilakukan pemerintah. Pertama, menaikkan subsidi hingga Rp700 triliun seperti perhitungannya. Kedua, mengendalikan volume konsumsi BBM terutama Pertalite dan Solar. Dan ketiga, menaikkan harga BBM.
Menurutnya, pemerintah tidak dapat langsung menambah anggaran subsidi energi, khususnya untuk stabilisasi harga bahan bakar minyak atau BBM. Pemerintah akan tetap menggunakan anggaran Rp502 triliun sesuai keputusan bersama Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI.
Dia menjelaskan bahwa pada dasarnya pemerintah akan mengacu kepada persetujuan DPR dalam hal penganggaran. Oleh karena itu, pemerintah tidak dapat mengubah besaran subsidi karena belum terdapat pembahasan maupun persetujuan dari para anggota dewan.
"Alokasinya sesuai dengan peraturan presiden itu, yang sudah di approve oleh DPR saja, sebanyak Rp502 triliun. Makanya kalau jumlahnya melebihi itu memang harus diperlukan keputusan untuk tahun ini atau meluncur tahun depan," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI, Rabu (24/8/2022).