Bisnis.com, JAKARTA - PT AirAsia Indonesia Tbk. (CMPP) melaporkan rugi bersih senilai Rp555,7 miliar pada kuartal II/2022 akibat harga avtur yang membuat biaya operasional naik 90 persen.
Direktur Utama AirAsia Indonesia Veranita Y. Sinaga mengatakan harga avtur yang meningkat ditambah selisih kurs mata uang yang memburuk telah membebani kinerja perseroan.
Imbasnya adalah terhadap beban biaya bahan bakar, perawatan, dan layanan penerbangan seiring dengan adanya peningkatan frekuensi penerbangan.
"Hal tersebut juga mendorong peningkatan biaya pesawat dan operasional sebesar 90 persen yang akhirnya berdampak pada catatan rugi bersih kuartal II/2022 senilai Rp555,7 miliar," ujarnya dikutip, Senin (22/8/2022).
Maskapai swasta tersebut mencatat per Juni 2022, harga avtur melonjak 92 persen dari rata-rata tahun sebelumnya. Pada periode sama tahun lalu harga avtur tercatat sebesar US$ 67,35/barel, dibandingkan rata-rata pada periode semester I/2022 yang telah mencapai US$129,47/barel.
Sementara, Nilai Rupiah terhadap dolar AS mengalami pelemahan yang signifikan dibandingkan dengan pada 2021, dari Rp14.496 menjadi Rp14.848. Dengan demikian, kenaikan harga bahan bakar dan kerugian selisih kurs menyumbang 56 persen dari total biaya selama kuartal II/2022.
Baca Juga
Upaya perseroan untuk memperkecil kerugian harus dihadapkan pada tekanan tambahan dari nilai mata uang dan harga bahan bakar. Perseroan mengakhiri semester I/2022 dengan pencatatan EBITDA negatif sebesar Rp543,8 miliar dan rugi bersih sebesar Rp1,05 triliun.