Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bocoran Isi Nota Keuangan, Sri Mulyani: APBN 2023 Lebih Fleksibel!

Menkeu Sri Mulyani memberikan bocoran isi nota keuangan yang akan dibacakan Presiden Jokowi. APBN 2023 bakal lebih fleksibel.
Presiden Joko Widodo didampingi Wapres Maruf Amin meninggalkan ruangan seusai memberikan pidato pengantar RUU APBN tahun anggaran 2021 beserta nota keuangan dan dokumen pendukungnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Presiden Joko Widodo didampingi Wapres Maruf Amin meninggalkan ruangan seusai memberikan pidato pengantar RUU APBN tahun anggaran 2021 beserta nota keuangan dan dokumen pendukungnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada hari ini Selasa (16/8/2022) dijadwalkan untuk menyampaikan pidato dalam rangka penyampaian keterangan pemerintah atas RUU tentang APBN TA 2023 beserta nota keuangan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, pemerintah mempersiapkan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja negara RAPBN 2023 yang dapat bertahan di tengah gejolak perekonomian global dan ketidakpastian yang sangat tinggi.

"APBN 2023 harus didesain untuk bisa mampu tetap menjaga fleksibilitas dalam mengelola gejolak yang terjadi. Ini kita sering menyebutnya sebagai shock absorber," katanya usai Sidang Kabinet Paripurne (SKP) tentang Nota Keuangan dan RAPBN Tahun 2023 mengutip laman resmi Sekretariat Kabinet RI, Senin (16/8/2022).

Menurutnya, Presiden Jokowi dalam arahannya meminta agar APBN dijaga agar tetap kredibel, berkelanjutan, dan sehat. Sri Mulyani juga menyampaikan ramalan lembaga-lembaga internasional terkait situasi ekonomi global. 

Dana Moneter Internasional  atau International Monetary Fund (IMF) pada tahun ini menurunkan proyeksi ekonomi, dari 3,6 persen mejadi 3,2 persen untuk 2022. IMF memperkirakan, pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia masih terus terjadi di tahun mendatang.

Semntara itu, IMF menyampaikan pada 2022 akan terjadi kenaikan inflasi global sebesar 6,6 persen di negara-negara maju dan 9,5 persen di negara-negara berkembang.

Kenaikan inflasi yang sangat tinggi di negara maju, lanjut dia, dapat memicu pengetatan kebijakan moneter dan likuiditas. Ini kemudian memacu capital outflow dan volatilitas di sektor keuangan.

"Inilah yang harus kita terus kelola di dalam negeri. Kami bersama Pak Gubernur Bank Indonesia di dalam terus meramu kebijakan fiskal dan moneter secara fleksibel namun juga pada saat yang sama efektif dan kredibel. Karena ini adalah suatu persoalan yang kombinasi dari baik kebijakan fiskal maupun moneter bekerja sama dengan kebijakan struktural," jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper