Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan mayoritas harga komoditas ekspor Indonesia di pasar global menunjukkan penurunan. Penurunan harga komoditas unggulan tersebut seperti minyak sawit mentah (CPO) dan nikel menjadi sinyal berakhirnya ‘durian runtuh’ atau windfall harga komoditas.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto mengatakan harga CPO mengalami penurunan yang cukup tajam sebesar menjadi US$1.056,6 per metrik ton. Padahal, pada Juli 2021, harga CPO mencapai US$1.062,9 per metrik ton.
“Barangkali menjadi perhatian kita sebagai tanda berakhirnya windfall harga komoditas. Perlu kita waspadai terkait adanya windfall komoditas-komoditas yang menjadi ekspor dan impor andalan kita,” ujar Setianto dalam siaran pers virtualnya, Senin (15/8/2022).
Dia menambahkan, selain CPO, komoditas yang mengalami penurunan harga juga dialami oleh minyak mentah, nikel, dan gas alam.
Minyak mentah secara month to month (mtm) penurunannya 10,03 persen, tetapi secara year on year (yoy) masih menunjukkan peningkatan 43,40 persen.
“Kemudian, gas alam menunjukkan tren penurunan pada bulan Juli. Secara mtm turun sebesar 5,45 persen, sementara yoy menunjukkan peningkatan,” ujar Setianto.
Sementara itu, harga nikel turun pada Juli 2022 menjadi US$21.005 per metrik ton. Menurut Setianto, sejak Maret 2022 harga nikel terus mengalami penurunan. Selanjutnya batu bara, yang merupakan komoditas ekspor utama Indonesia pada Juli 2022 masih terjadi peningkatan US$306,4 per metrik ton.
Sementara itu, harga gandum mengalami penurunan pada Juli 2022 sebesar US$382,5 per metrik ton. Pada Mei masih lebih tinggi dibanding Juli 2022.
“Untuk bulan Juli baik harga pangan maupun energi mengalami penurunan, serta beberapa komoditas mengalami penurunan,” jelas Setianto.