Bisnis.com, JAKARTA – Inflasi China mencapai level tertinggi sejak dua tahun terakhir pada pada bulan Juli 2022, namun masih berada di bawah ekspektasi.
Dilansir Bloomberg pada Rabu (10/8/2022), Biro Statistik Nasional China mencatat indeks harga konsumen (IHK) naik 2,7 pada Juli 2022 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy), di bawah ekspektasi ekonom sebesar 2,9 persen.
Meskipun begitu, level ini merupakan laju terkuat sejak Juli 2020 dan lebih tinggi dibandingkan inflasi Juni sebesar 2,5 persen yoy.
Sementara itu, indeks harga produsen (IHP) naik 4,2 persen, di bawah median proyeksi ekonom sebesar 4,9 persen dalam survei Bloomberg, dan lebih rendah dari 6,1 persen bulan Juni.
Berbeda negara maju lainnya, inflasi konsumen di China relatif terkendali tahun ini karena kebijakan pengendalian Covid-19 yang ketat membatasi pengeluaran konsumen dan bisnis.
Pandemi Covid-19 bersama krisis global dan sektor properti yang sedang berlangsung, telah menghambat upaya pemulihan ekonomi di China. Namun, kenaikan harga daging babi dan gambaran ekonomi yang membaik, diperkirakan akan mendorong inflasi tahun ini dan dapat menguji kemampuan pemerintah untuk memberikan lebih banyak stimulus.
Baca Juga
Analis di China International Capital Corp mengatakan menjelang rilis data IHK bahwa inflasi dapat melampaui target pemerintah awal tahun ini sekitar 3 persen.
Bahkan jika IHK melebihi batas, para analis mengatakan, pembuat kebijakan kemungkinan akan mentolerir inflasi yang lebih tinggi demi pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat.
Otoritas China telah mengisyaratkan kesediaan untuk membiarkan inflasi berada lebih tinggi dari target.
“Jika kita dapat menjaga tingkat pengangguran di bawah 5,5 persen dan kenaikan CPI tetap di bawah 3,5 persen sepanjang tahun, kita dapat hidup dengan tingkat pertumbuhan yang sedikit lebih tinggi atau lebih rendah dari target, tentu saja tidak terlalu rendah,” kata Perdana Menteri Li Keqiang seperti dikutip Bloomberg, Rabu (10/8/2022).