Bisnis.com, JAKARTA - Kesenjangan pembiayaan infrastruktur antara negara maju dengan negara berkembang menjadi salah satu persoalan dalam pemulihan ekonomi global. Padahal, infrastruktur menjadi salah satu kunci untuk keluar dari krisis ekonomi, terutama yang disebabkanoleh pandemi Covid-19.
Hal itu dikatakan James Ballingal, Head of International Infrastructure and Projects Authority HM Treasury Inggris dalam side event B20 Indonesia bersama PwC Indonesia sebagai knowledge partner mengenai Developing Better Infrastructure Business Case, yang diselenggarakan secara hybrid, Selasa (9/8/2022).
Menurut James, proyek infrastruktur akan semakin berkembang apabila ada kolaborasi atau kemitraan yang erat antara publik dan swasta. James melihat, sebenarnya banyak investor yang tertarik untuk berinvestasi di sektor infrastruktur.
“Masalah utamanya, banyak negara atau institusi yang kesulitan menyajikan proposal menarik terkait proyek infrastrukturnya kepada komunitas pemberi pinjaman atau investor. Kami membantu banyak negara, baik itu Inggris, Uni Eropa maupun negara-negara lain untuk menarik investor di sektor infrastruktur melalui metodologi model lima kasus atau Five Case Model (5CM),” kata James.
Metode ini, tambah James, bisa diterapkan di Indonesia yang saat ini sedang gencar membangun infrastruktur dan dapat membuat proyeknya meminimalisir penggunaan uang negara. Metode ini juga melihat sebuah proyek infrastruktur secara komprehensif dari lima sudut pandang, yakni strategis, ekonomis, komersial, keuangan dan manajemen.
James meyakinkan, metode yang diakui Bank Dunia ini dikembangkan melalui prinsip-prinsip praktik terbaik yang sejalan dengan G20 dan dapat diadopsi oleh seluruh negara. Ia juga menambahkan, saat ini bersama dengan PwC, Indonesia banyak memberikan pelatihan bagi para insinyur di Indonesia untuk merancang proyek infrastruktur yang sejalan dengan prinsip keberlanjutan G20.
Baca Juga
Sementara itu, Julian Smith, B20 Finance & Infrastructure Task Force Knowledge Partner Team Leader dan Infrastructure Leader di PwC Indonesia menekankan agar perancangan proyek infrastruktur secara detail dan matang sangat dibutuhkan agar proyeknya tidak mangkrak.
“Kasus proyek monorail yang mangkrak menjadi salah satu bukti konkret. Proyek sudah disetujui, tapi business case-nya belum selesai dan tidak dipersiapkan dengan baik. Alhasil, ketika sudah berjalan, baru disadari kalau ternyata dananya tidak ada,” kata Julian.
Julian menekankan pentingnya business case untuk menjaga arus pengeluaran anggaran menjadi lebih efisien, terkontrol dan efektif. Selain itu, konsep ini juga untuk menjadi landasan pertanggungjawaban anggaran yang dikeluarkan untuk suatu proyek sehingga transparan dan akuntabel serta bisa menjadi bahan evaluasi untuk proyek-proyek selanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ridha Wirakusumah, Chair B20 Finance & Infrastructure Task Force yang juga CEO Indonesia Investment Authority (INA) mengatakan acara ini selain mempromosikan rekomendasi kebijakan task force, juga memberikan panduan singkat untuk meningkatkan keterampilan organisasi atau institusi di Indonesia dalam mempersiapkan bisnis untuk proyek infrastruktur.
Menurut Ridha, selain kesenjangan pembiayaan, masalah pembiayaan infrastruktur yang juga mendesak antara lain tingkat risiko yang lebih tinggi dan kurangnya pembiayaan yang terjangkau di negara berkembang, keuntungan investasi yang lebih rendah untuk proyek hijau serta kurangnya konektivitas digital di negara berkembang.
“Finance & Infrastructure Task Force merekomendasikan 4 kebijakan yakni, (i) memfasilitasi akses terhadap sumber pembiayaan yang terjangkau dan sesuai; (ii) mendorong kolaborasi antar negara untuk mempercepat transisi yang adil menuju dunia bebas emisi; (iii) mempercepat pembangunan dan adopsi infrastruktur digital dan cerdas; (iv) perbaikan regulasi jasa keuangan global untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik antara pertumbuhan dan stabilitas,” ujar Ridha.