Bisnis.com, JAKARTA — Energy Watch melaporkan sejumlah pemerintah daerah tingkat kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat belakangan mengerek naik harga jual eceran liquified petroleum gas (LPG) 3 kilogram subsidi ke angka Rp18.750.
Manuver sebagian pemerintah daerah itu dikhawatirkan ikut mendorong kenaikan harga komoditas di kawasan lain yang belakangan mengerek naik inflasi pada paruh kedua tahun ini.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menuturkan laporan itu disusun setelah memantau harga jual eceran komoditas gas melon hasil subsidi di sejumlah kawasan seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah sejak awal tahun ini.
Mamit mengatakan kenaikan harga jual eceran baru terjadi di beberapa kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat.
“Ini benar-benar memberatkan bagi masyarakat terutama bagi masyarakat yang memang masih belum siap dengan kondisi saat ini,” kata Mamit saat dihubungi, Rabu (3/8/2022).
Adapun sejumlah kabupaten atau kota yang telah menaikkan harga komoditas gas melon subsidi itu di antaranya Bekasi, Cirebon, Majalengka hingga Tasikmalaya. Menurut dia, keputusan kenaikan harga itu didorong oleh permintaan himpunan wiraswasta nasional minyak dan gas (Hiswana Migas) untuk menyesuaikan kembali harga jual eceran di tengah ongkos logistik dan inflasi yang tinggi saat ini.
Baca Juga
“Biasanya kalau sudah ada satu daerah menaikkan harga akan diikuti dengan daerah yang lainnya makanya ini mudah-mudahan terjaga, ini kita kawal terus,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Keuangan berencana untuk menaikkan harga jual eceran (HJE) LPG 3 kilogram subsidi seiring dengan melebarnya harga keekonomian dari gas melon itu yang sudah terpaut Rp15.359 per kilogram.
Selisih HJE yang lebar itu berasal dari asumsi minyak mentah Indonesia atau Indonesia crude price (ICP) yang dipatok US$100 per barel dengan nilai kurs sebesar Rp14.450 per US$.
Adapun, perkiraan harga patokan yang dihitung Kemenkeu sudah mencapai Rp19.609 per kilogram, sedangkan HJE yang berlaku saat ini Rp4.250 per kilogram selama satu dekade terakhir.
Kemenkeu mencatat realisasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan LPG 3 kilogram naik rata-rata 26,58 persen setiap tahunnya selama kurun waktu 2017 hingga 2021. Kenaikkan nilai subsidi itu dipengaruhi fluktuasi harga ICP dan nilai tukar rupiah.
Adapun, realisasi subsidi BBM 2021 mencapai Rp16,17 triliun, termasuk di dalamnya kewajiban kurang bayar Rp7,15 triliun. Kendati demikian, masih terdapat kewajiban pembayaran kompensasi BBM Rp93,95 triliun untuk periode 2017 hingga 2021.
Sementara itu, realisasi subsidi LPG 3 kilogram 2021 mencapai Rp67,62 triliun, termasuk di dalamnya kewajiban kurang bayar Rp3,72 triliun. Di sisi lain, outlook subsidi BBM dan LPG 3 kilogram 2022 diperkirakan mencapai Rp149,37 triliun atau 192,61 persen dari postur anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022.
Kemenkeu mencatat lebih dari 90 persen kenaikan nilai subsidi itu berasal dari alokasi LPG 3 kilogram yang disebabkan oleh kesenjangan antara HJE dengan harga keekonomian yang berlanjut melebar didorong harga minyak mentah dunia.