Bisnis.com, JAKARTA - Ekonomi Indonesia kini tengah dihantui tekanan inflasi yang terus mendaki. Puncak inflasi di Tanah Air diprediksi terjadi pada September 2022 mendatang.
Pakar Kebijakan Publik dan Kepala Studi Ekonomi Politik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menyampaikan, inflasi Agustus 2022 diprediksi akan kembali naik dan berada di level 5-6 persen. Meski demikian, dia memperkirakan inflasi akan terus mendaki akibat lonjakan harga pangan dan energi.
Tekanan laju inflasi Indonesia hingga dobel digit atau di kisaran 10-12 berpeluang persen pada September mendatang. Adapun kondisi serupa pernah dicapai Indonesia pada 2008 lalu yang kala itu tercatat sebesar 11,06 persen.
"inflasi tinggi akan disumbang oleh komponen bahan makanan dan energi," kata Achmad dalam keterangan resminya, dikutip Selasa (2/8/2022).
Dia mengingatkan pemerintah untuk memperkuat fiskal APBN terutama menghimpun penerimaan negara yang tinggi dan sustainable. Penerimaan tersebut, kata dia, digunakan sebagai dana buffer manakala jumlah orang miskin meningkat drastis saat inflasi tinggi terjadi.
Jika penerimaan cukup kuat, negara dapat memberikan tambahan bantuan sosial (bansos) agar daya beli kelompok masyarakat miskin dan rentan tak tergerus secara drastis.
Baca Juga
Kedua, dengan mengendalikan impor terutama sektor makanan dan sektor energi. Dia menilai, impor tak membuat ekonomi berkelanjutan. Bahkan, melalui impor, harga makanan dan harga energi akan sangat mahal karena mengikuti harga dunia yang mengalami kenaikan tinggi akibat konflik Ukraina-Rusia dan krisis energi di Uni Eropa.
Langkah berikutnya adalah dengan memperkuat ketahanan pangan dan energi melalui pemanfaatan sumber daya lahan secara efektif.
Menurut dia, Indonesia perlu mendata jumlah lahan tak berguna dan mentransformasikan menjadi lahan pangan yang produktif. Langkah tersebut perlu disertai dengan efektifnya lembaga Badan Pangan Nasional yang memberikan data akurat terkait kondisi pangan Indonesia.
Kemudian, khusus ketahanan energi, Indonesia disarankan perlu mengakselerasi program D100 biodiesel dan konversi minyak nabati menjadi avtur, gasoline dan solar, dimana saat ini Indonesia masih tergantung pada impor dari Singapura dan Timur Tengah untuk antisipasi manakala harga energi sudah tidak terbendung naik ke level 200 US dollar per barel.