Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia mendesak pemerintah untuk mengoptimalkan pasar domestik sebagai antisipasi dampak ancaman resesi ekonomi Amerika Serikat.
Ketua Umum Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan optimalisasi pasar domestik sangat memungkinkan lantaran daya beli dan permintaan dalam negeri aman.
"Permintaan domestik tidak masalah. Daya beli juga tidak masalah. Inflasi nasional juga masih terkendali," kata Redma kepada Bisnis.com, Minggu (31/7/2022).
Menurutnya, hal yang perlu dilakukan pemerintah secara lebih serius adalah memastikan industri TPT dalam negeri aman dari gempuran produk-produk impor maupun yang berstatus ilegal.
Kedua persoalan tersebut dinilai menjadi momok paling menakutkan bagi pelaku industri TPT dalam negeri yang juga sedang terbebani masalah tingginya harga bahan baku.
Apsify mencatat, jumlah rerata produk garmen ilegal yang masuk ke Indonesia sebanyak 300.000 ton per tahun. Jumlah tersebut setara dengan sekitar 15 persen konsumsi garmen masyarakat Indonesia.
Baca Juga
Saat ini, sambung Redma, jumlah total konsumsi garmen nasional tercatat sebanyak 1,8 juta ton per tahun.
Selain itu, pemerintah juga didesak untuk menutup keran impor tekstil dan produk tekstil yang dibuka pada kuartal II/2022. Saat ini, lanjutnya, Indonesia sudah diberatkan dengan tarif 0 persen impor garmen dari Thailand.
Di samping itu, negara raksasa eksportir TPT lainnya seperti Bangladesh juga sudah terbebas dari aturan safeguard, meskipun masih dikenakan tarif masuk sebesar 15 persen untuk produknya.