Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ancaman Resesi AS, Industri Tekstil Indonesia Punya Harapan

Pelaku industri tekstil Indonesia memiliki harapan kepada pemerintah di tengah ancaman resesi Amerika Serikat (AS).
Warga memadati pusat perbelanjaan Blok B Pasar Tanah Abang, Jakarta, Minggu (24/4/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Warga memadati pusat perbelanjaan Blok B Pasar Tanah Abang, Jakarta, Minggu (24/4/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia mendesak pemerintah untuk mengoptimalkan pasar domestik sebagai antisipasi dampak ancaman resesi ekonomi Amerika Serikat.

Ketua Umum Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan optimalisasi pasar domestik sangat memungkinkan lantaran daya beli dan permintaan dalam negeri aman.

"Permintaan domestik tidak masalah. Daya beli juga tidak masalah. Inflasi nasional juga masih terkendali," kata Redma kepada Bisnis.com, Minggu (31/7/2022).

Menurutnya, hal yang perlu dilakukan pemerintah secara lebih serius adalah memastikan industri TPT dalam negeri aman dari gempuran produk-produk impor maupun yang berstatus ilegal.

Kedua persoalan tersebut dinilai menjadi momok paling menakutkan bagi pelaku industri TPT dalam negeri yang juga sedang terbebani masalah tingginya harga bahan baku.

Apsify mencatat, jumlah rerata produk garmen ilegal yang masuk ke Indonesia sebanyak 300.000 ton per tahun. Jumlah tersebut setara dengan sekitar 15 persen konsumsi garmen masyarakat Indonesia.

Saat ini, sambung Redma, jumlah total konsumsi garmen nasional tercatat sebanyak 1,8 juta ton per tahun.

Selain itu, pemerintah juga didesak untuk menutup keran impor tekstil dan produk tekstil yang dibuka pada kuartal II/2022. Saat ini, lanjutnya, Indonesia sudah diberatkan dengan tarif 0 persen impor garmen dari Thailand.

Di samping itu, negara raksasa eksportir TPT lainnya seperti Bangladesh juga sudah terbebas dari aturan safeguard, meskipun masih dikenakan tarif masuk sebesar 15 persen untuk produknya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rahmad Fauzan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper