Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah buyer mengurangi jumlah permintaan terhadap produk tekstil Indonesia yang disinyalir merupakan dampak dari ancaman resesi ekonomi Amerika Serikat (AS).
Ketua Umum Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan pengurangan jumlah order tersebut mayoritas dari buyer di segmen garmen.
"Sudah ada sejumlah buyer yang mengonfirmasi pengurangan order. Mayoritas dari segmen garmen," kata Redma kepada Bisnis, Minggu (31/7/2022).
Dia menjelaskan para buyer yang mengurangi jumlah pemesanan produk tekstil tersebut sebagian besar berasal dari AS dan Eropa.
Dampak langsungnya terhadap industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional, kata Redma, nilai ekspor kemungkinan besar turun di kisaran 10 persen sampai dengan akhir tahun ini.
"Kecuali, ada perubahan situasi geopolitik global," sambungnya.
Baca Juga
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor produk tekstil Indonesia tercatat cukup impresif. Ekspor pakaian dari Indonesiake luar negeri pada semester I/2022 mencapai US$2,46 miliar. Angka ini naik 37,17 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya dengan nilai ekspor US$1,79 miliar.
Sementara untuk produk alas kaki, nilai ekspor pada semester I/2022 mencapai US$3,95 miliar. Angka ini naik 38,48 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya US$2,85 miliar.
Sekadar informasi, Produk Domestik Bruto (PDB) AS kuartal II/2022 kembali anjlok, yakni sebesar 0,6 persen yoy. Pada kuartal sebelumnya, PDB Negeri Paman Sam turun 1,6 persen yoy.
Kondisi itu diperkirakan bakal berdampak terhadap perdagangan global apabila terjadi penurunan permintaan yang disusul dengan penurunan harga komoditas.
Penurunan harga komoditas tersebut pun berpotensi menekan ekspor Indonesia, termasuk industri tekstil yang tercatat sedang berada di jalur positif dalam kurun setahun belakangan.