Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tolak Merger BSI dan BTN Syariah, Ini Saran Pengembang Properti

Para pengembang khawatir dilakukannya merger antara UUS BTN dengan BSI ini akan berpengaruh pada bisnis rumah subsidi bagi MBR.
Foto udara areal komplek perumahan bersubsidi di kawasan Jalan Kecipir, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Jumat (15/7/2022). ANTARA FOTO/Makna Zaezar
Foto udara areal komplek perumahan bersubsidi di kawasan Jalan Kecipir, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Jumat (15/7/2022). ANTARA FOTO/Makna Zaezar

Bisnis.com, JAKARTA – Para pengembang menolak rencana akuisisi PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Tbk (BRIS) ke Unit Usaha Syariah (UUS) PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN).

Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Junaidi Abdillah mengatakan jika rencana akuisisi BSI dan UUS BTN ini terealisasi, maka akan berdampak pada penyaluran pembiayaan perumahan terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Pasalnya, pencaplokan UUS BBTN ini bukanlah hal yang mudah dan membutuhkan waktu yang lama. 

“Tentu kalau jadi merger antara BSI dan UUS BTN ini akan berdampak pada pengembang dan konsumen MBR sehingga juga berpengaruh pada ekonomi serta sektor properti,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (22/7/2022). 

Menurutnya, penolakan akuisisi ini bukanlah tanpa dasar. Kegelisahan pengembang timbul ketika isu merger atau akuisisi UUS BTN oleh BSI.

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi merupakan penopang utama bisnis BTN, baik induk usaha maupun UUS-nya.

Bank BTN untuk unit syariahnya masih menguasai pasar dimana market share-nya sebesar 11,29 persen, sedangkan BSI hanya mampu menguasai 3,21 persen. Hal ini menunjukkan BTN masih unggul menguasai pasar dan lebih unggul dibandingkan dengan BSI. 

“Pemikiran kita, bagaimana nasib rakyat yang ingin KPR BTN Syariah dialihkan dengan paksa? Hak konstitusi nasabah dan rakyat dipaksa untuk berpindah tanpa mengajak musyawarah terlebih dulu. Jadi ada hak konstitusi rakyat di situ,” katanya. 

Apersi sepakat dengan cita-cita program sejuta rumah (PSR) dan pemulihan ekonomi nasional pasca Covid-19 yang dilakukan pemerintah. Semangat Presiden Jokowi tersebut harus didukung penuh oleh semua pihak termasuk Kementerian BUMN. “Jangan malah gaduh dan menghambat semangat pemulihan ekonomi,” tegasnya. 

Pengambilalihan UUS BTN ini juga menjadi isu yang sensitif karena BSI yang mau mengambil adalah bank fokus pembiayaan UMKM.

Ditambah lagi, para pengembang juga mengambil pembiayaan konstruksi dan kepemilikan/pembebasan tanah ke Bank BTN dan UUS BTN sehingga apabila akuisisi terjadi maka akan timbul kekhawatiran tersendiri. 

“Kami khawatir apabila terjadi akuisisi maka akan juga berdampak pada pembiayaan atau kredit konstruksi dan pengambilan tanah terutama di UUS BTN. Karena selain BTN dan UUS BTN tidak ada bank yang mau memberikan kredit kontruksi dan kepemilikan tanah,” tuturnya. 

Selain itu, dia menilai bank yang sudah merger saja sampai sekarang belum solid. Hal inilah yang menjadi kegelisahan pengembang.

Para pengembang khawatir dilakukannya merger antara UUS BTN dengan BSI ini akan berpengaruh pada bisnis rumah subsidi bagi MBR.

Hingga semester 1 tahun ini, Apersi telah membangun rumah sederhana untuk MBR sekitar 40.000 unit dan ditargetkan bisa mencapai 100.000 unit hingga akhir tahun ini.

“Jangan mencaplok bank yang sudah berjalan dengan baik. Selain itu, perlu diingat bahwa adalah satu penggerak ekonomi adalah pengembang dan 90 persen sektor properti ini melibatkan tenaga padat karya,” ucap Junaidi. 

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mendesak pemerintah mempertimbangkan secara matang rencana akuisisi UUS BTN oleh BSI.

Pasalnya, UUS BTN adalah satu-satunya bank syariah yang fokus di perumahan.

Saat ini, permintaan pembiayaan syariah pembelian rumah MBR ini terus meningkat sehingga prosentase pembiayaan subsidi terus ditambah.

“Kalau nanti UUS BTN digabung atau dilebur ke bank lain, maka tinggal BTN konvensional sendirian yang fokus pada pembiayaan rumah subsidi. Padahal persentase penyaluran KPR FLPP bersubsidi justru seharusnya ditambah termasuk bank fokusnya,” ujarnya.

Di tambah lagi, sebagian developer rumah MBR ini merupakan kalangan UMKM yang tentu membutuhkan pembiayaan.

Adapun pembiayaan kredit konstruksi dan kepemilikan tanah ini sebagaian besar berasal dari BTN dan UUS BTN.

Oleh karena itu, jika tidak ada kredit untuk developer rumah subsidi, maka tidak akan berdampak pada realisasi pembangunan rumah rakyat.

“Sekali lagi ini mohon dipertimbangkan ulang, sehingga pembiayaan perumahan terlebih untuk MBR tidak mengalami stagnasi. Pengadaan rumah rakyat ini dijamin konstitusi dan mayoritas yang membutuhkan adalah para pekerja/buruh,” kata Totok.

Sementara itu, Ketua Umum Konsorsium Nasional Perumahan Rakyat (Kornas-Pera) Muhammad Joni berharap pemerintah dapat mempertahankan dan memperbesar UUS BTN sebagai bank syariah yang fokus pada misi teknis pembiayaan perumahan dan misi juridis konstitusional. 

Pihaknya menolak langkah pemisahan BTN Syariah dari bank konvensional induknya yang mengakibatkan hilangnya BTN Syariah yang bersama-sama dengan BTN konvensional sudah membuktikan eksistensi, kapasitas, kapabilitas dan kompetensinya sebagai bank fokus pembiayaan perumahan rakyat bagi MBR.

“Kornas-Pera menyiapkan upaya hukum dan juridis konstitusional untuk mempertahankan atau membesarkan BTN Syariah,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yanita Petriella

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper