Bisnis.com, JAKARTA – Bank Sentral Singapura memperketat kebijakan moneternya pada Kamis (14/7/2022). Ini merupakan langkah tak terduga kedua tahun ini karena kenaikan inflasi meningkatkan risiko kontraksi ekonomi.
Dilansir Bloomberg pada Kamis (14/7/2022), Otoritas Moneter Singapura (MAS) yang menggunakan valuta asing sebagai alat kebijakan utamanya, memusatkan titik tengah pola kebijakan dolar Singapura (S$NEER) ke level yang berlaku.
Pengetatan kebijakan moneter tersebut menyusul pertumbuhan ekonomi yang cenderung datar pada kuartal II/2022 karena aktivitas sektor perdagangan ritel dan transportasi menyusut dari tiga bulan sebelumnya.
Mata uang Singapura naik sebanyak 0,7 persen terhadap dolar AS dengan laju intraday terbesar sejak Mei. Dolar Singapura terpantau terapresiasi 0,29 persen ke US$1,4003 per dolar AS pada pukul 14.10 WIB.
Sementara itu, MAS mengerek perkiraan inflasi inti menjadi 3 persen – 4 persen tahun ini dari 2,5 persen - 3,5 persen. Sementara itu, inflasi secara umum diperkirakan melonjak antara 5 persen – 6 persen dari kisaran perkiraan sebelumnya 4,5 persen - 5,5 persen.
Sementara itu, Produk Domestik Bruto (PDB) Singapura hanya naik 0,1 persen pada periode April-Juni dari tiga bulan sebelumnya (qtq). Angka ini meleset dari median estimasi 1 persen dalam survei Bloomberg terhadap para ekonom.
Baca Juga
Dibandingkan dengan kuartal II/2021 (year-on-year/yoy), PDB naik 4,8 persen, di bawah proyeksi sebesar 5,4 persen.
Para pejabat Singapura telah memperingatkan bahwa negara-kota yang bergantung pada perdagangan itu dapat rentan terhadap guncangan harga karena perang di Ukraina mengancam pasar komoditas dan lockdown berkelanjutan terkait Covid-19 menekan rantai pasokan.