Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah tengah menyusun peta jalan atau roadmap Industri Hasil Tembakau (IHT) nasional dengan payung hukum berupa Peraturan Presiden (Perpres) yang dikoordinatori Kementerian Kordinator Bidang Perekonomian.
Dalam penyusunan roadmap IHT tersebut, melibatkan banyak stakeholder antara lain, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian PMK, Bappenas, Kementerian Hukum dan HAM.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika mengatakan, saat ini Perpres sedang dalam tahap penyusunan legal drafting, usulan dari masing-masing sektor, nantinya akan dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi untuk meletakkan titik kesetimbangan dari berbagai aspek/kepentingan.
Adapun aspek kepentingan tersebut meliputi, pengembangan sektor pertanian tembakau, penyerapan tenaga kerja, pengembangan sektor industri hasil tembakau, pengendalian konsumsi produk tembakau, dan optimalisasi penerimaan cukai.
"Peta jalan ini pada prinsipnya ingin meletakkan berbagai aspek/kepentingan pada titik kesetimbangan yang disepakati oleh para pihak, terutama bagaimana menjaga eksistensi dan keberlanjutan usaha IHT di sepanjang rantai pasok dari hulu hingga hilir, pengendalian aspek kesehatan, penyerapan tenaga kerja dan penerimaan negara," kata Putu di Jakarta, Selasa (12/7/2022).
Menurut Putu, IHT merupakan produk yang memiliki ekternalitas negatif (aspek kesehatan), namun di sisi lain IHT juga memiliki dampak positif bagi perekonomian dari segi penerimaan negara yang cukup besar (kontribusi dari cukai dan pajak IHT sekitar 10% dari APBN), serta penyerapan tenaga kerja dari hulu hingga hilir.
Baca Juga
"Untuk tujuan roadmap masih dibahas/sedang dalam proses perumusan. Tapi pada intinya adalah mendapatkan titik keseimbangan antara aspek positif dan aspek negatif, yang disepakati oleh para pihak (stakeholders)," paparnya.
Putu mengungkapkan, sektor IHT merupakan salah satu industri yang sangat tergantung dari kebijakan/regulasi. Oleh karena itu, prospek IHT sangat dipengaruhi oleh kebijakan yang dipilih atau disepakati oleh para pihak (stakeholder) pada titik mana kesetimbangan itu diletakkan.
"Strategi mempertahankan keberadaan (eksistensi) IHT dan meningkatkan daya saing IHT sudah diusulkan oleh Kemenperin, namun karena masih dalam proses pembahasan, belum bisa dipublikasikan," tegasnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno berharap petani tembakau dilibatkan dalam proses penyusunan peta jalan atau roadmap industri hasil tembakau (IHT) nasional. "Setidaknya harapan dan keluhan petani menjadi bagian yang mungkin dimasukan dalam perumusan roadmap IHT," katanya.
Selain itu, APTI juga berharap regulasi cukai (besaran cukai) harus mempertimbangkan kelangsungan hidup IHT, karena banyak mata pencaharian pekerja dan petani sangat berkolerasi erat dwngan perkembangan IHT.
"Jika regulasi tentang cukai ditentukan sangat tinggi (tarif) dan IHT tertekan, maka dampak tekanannya akan juga dirasakan pekerj dan petani," paparnya.
Menurut Soeseno, IHT memiliki peran sebagai sektor penghela bagi petani. Bagaimana IHT beroperasi maka akan menarik seluruh sektor turunannya seperti pekerja dan petani.