Bisnis.com, JAKARTA — Laju inflasi Juli 2022 diperkirakan mencapai 4,5 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 4,35 persen.
Perkiraan melonjaknya inflasi juli 2022 ini menurut analis Makroekonomi Bank Danamon Irman Faiz didorong oleh inflasi pada komponen harga bergejolak (volatile food) dan harga yang diatur pemerintah (administered prices).
“Inflasi di Juli ini kami perkirakan bisa ke 4,5 persen karena memang harga bahan pangan masih meningkat dan harga transportasi udara juga meningkat,” katanya kepada Bisnis, Selasa (12/7/2022).
Pemerintah sendiri melalui Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengeluarkan data inflasi setiap tanggal 1 awal bulan atau hari kerja pertama jika berbenturan dengan jadwal libur.
Selain tarif angkutan udara, kenaikan harga BBM dan LPG nonsubsidi kata Faiz akan turut mendorong kenaikan inflasi, meski tidak memberikan andil yang besar.
Sebagaimana diketahui, PT Pertamina (Persero) resmi menaikkan harga BBM nonsubsidi, diantaranya BBM jenis Pertamax Turbo, Pertamina Dex, dan Dexlite pada pekan lalu. Pada saat yang bersamaan, harga LPG nonsubsidi juga dinaikkan.
Baca Juga
“Kenaikan non subsidi kami perkirakan 0,5-1,0 persen poin dampaknya [ke inflasi], tapi tidak pada satu waktu, jadi bertahap,” jelasnya.
BI sebelumnya pun memperkirakan Indeks Harga Konsumen pada Juli 2022 masih akan mengalami peningkatan sebesar 0,40 persen secara bulanan.
Penyumbang inflasi pada periode tersebut didominasi oleh kenaikan harga komoditas pangan, yaitu cabai merah sebesar 0,13 persen, bawang merah 0,12 persen, angkutan udara 0,08 persen, cabai rawit 0,05 persen, dan tomat 0,02 persen secara bulanan.
Pada kesempatan berbeda, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memperkirakan dampak dari kenaikan harga BBM pada komponen administered prices cukup berisiko pada tingkat inflasi.
“Proyeksi inflasi bisa menyentuh 5 hingga 5,5 persen year-on-year tahun ini. Semakin tinggi disparitas harga barang subsidi dan nonsubsidi, semakin tinggi migrasinya,” katanya.
Bhima menilai, kenaikan harga yang berimbas pada inflasi juga akan mempengaruhi konsumsi masyarakat, terutama kelas menengah yang akan menghabiskan uang lebih banyak untuk biaya kebutuhan hidup.
“Daya beli kelas menengah akan turun dan berdampak terhadap penjualan berbagai produk sekunder dan tersier. Siap-siap penjualan rumah, kendaraan bermotor, dan barang elektronik akan turun,” jelasnya.
Sementara itu, masyarakat kelas atas dinilai cenderung melakukan saving atau menahan diri untuk belanja dikarenakan sinyal inflasi akan tinggi tahun ini.