Bisnis.com, JAKARTA- Asosiasi Kabupaten Penghasil Kelapa Sawit Indonesia (AKPSI) meminta kepada pemerintah agar kabupaten bisa menarik retribusi dari harga tandan buah segar (TBS) sawit minimal Rp25 per kilogram.
Asosiasi yang terdiri dari 160 kabupaten sentra sawit tersebut menyebut dari hasil pungutan itu bisa meningkatkan pendapat asli daerah (PAD).
Ketua Umum AKPSI Yulhaidir menilai tuntutan tersebut sangat adil dan tidak akan membebani petani sawit. “Kami rasa mencukupi, itu paling rendah ya kami minta. Kami tidak mau membebankan rakyat juga. Kami merasa kurang adil karena kami sebagai kabupaten penghasil. Selama ini tidak ada bagi hasil,” ujar Bupati Seruyan, Kalimantan Tengah itu di Grand Hotel Sahid Jaya, Jakarta pada Kamis (7/7/2022).
Yulhaidir mengatakan pihaknya pun mendukung upaya audit terhadap pengusaha kelapa sawit yang dicanangkan pemerintah. Sebab, kata dia, Indonesia merupakan penghasil sawit terbesar dengan berkontribusi terhadap 54 persen ekspor dunia.
“Makanya penting audit supaya nampak. Kita menuntu keadilan supaya daerah penghasil sawit. Ada keseimbangan, pemerintah, pengusaha, dan masyarakatnya. Sekarang kan dimonopoli pengusaha untuk harga TBS-nya,” ungkap dia.
Selain itu, dia pun meminta kepada Menteri Pertanian untuk melakukan revisi Peraturan Menteri Pertanian nomor 01/Permentan/KB.120/I/2018 tentang pedoman penetapan tandan buah segar atau TBS kelapa sawit produksi perkebunan dengan memasukkan komponen cangkang karnel dalam perhitungan penentuan harga tandan buah segar.
Baca Juga
Kemudian, dalam tuntutannya, AKPSI juga meminta kepada pemerintah pusat memasukkan dalam prolegnas prioritas 2023 UU Kepala Sawit, yang mengatur terkait tata kelola sawit nasional, pembentukan badan pengelola kelapa sawit, mengatur tata niaga kelapa sawit dari hulu sampai hiilir.
“Kami juga meminta kepada pemerintah pusat untuk melakukan edaran ke seluruh perusahaan besar kelapa sawit untuk membuka akses data dan legalitas perizinan kepada kepala daerah penghasil sawit,” tuturnya.
Di samping itu, Yulhaidir pun meminta kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia untuk mencantumkan kewajiban perusahaan penerima izin pelepasan kawasan hutan mengurus hak guna usaha paling lambat 6 bulan sejak diterbitkan surat keputusan izin pelepasan kawasan hutan.