Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah lewat Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) tengah berupaya membatasi jenis kendaraan bermotor yang dapat mengakses bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di tengah kekhawatiran kuota yang makin susut hingga pertengahan tahun ini.
Sejumlah spesifikasi yang berkaitan dengan kapasitas mesin dan fungsi kendaraan bagi aktivitas ekonomi sosial masyarakat diperhitungkan sebagai kriteria.
Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman mengatakan lembagannya bersama pemangku kepentingan terkait sudah menyodorkan sejumlah kriteria untuk pembatasan pembelian BBM bersubsidi kepada pemerintah lewat rancangan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191/ 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.
Rencanannya, Perpres itu dapat rampung pada Agustus 2022 atau setelah uji coba pembelian BBM lewat aplikasi verifikasi MyPertamina berjalan sekitar satu bulan.
“Di dalam rancangan Perpres yang terbaru ini yang kami usulkan setelah hitung-hitung dari beberapa skenario dan opsi-opsi yang kita simulasikan mana yang bisa mengurangi konsumsi solar, sehingga pada akhir tahun ini masih bisa mencapai kuota,” kata Saleh saat Webinar SUKSE2S, Rabu (29/6/2022).
Lewat rancangan Perpres yang dikerjakan bersama dengan Pusat Studi Energi (PSE) Universitas Gadjah Mada, BPH Migas bakal membatasi pembelian Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite mengacu pada besaran kapasitas mesin yang tertuang pada cubicle centimeter atau cm3 (CC), serta turut mempertimbangkan fungsi ekonomi dari kendaraan di tengah masyarakat.
Baca Juga
Misalkan, Saleh mencontohkan, Perpres itu bakal membatasi pembelian solar bagi seluruh kendaraan pribadi pelat hitam. Hanya saja, pembelian solar masih dapat dilakukan untuk kendaraan pribadi dengan bak terbuka.
“Kenapa kita sampai ke sini karena kita mendapatkan masukan bahwa masih banyak yang masih melakukan usaha dengan kendaraan roda empat bak terbuka, mengangkut pasir yang kecil-kecil di kampung-kampung yang kalau itu dibatasi akan sangat menyulitkan,” kata dia.
Di sisi lain, transportasi umum dan juga angkutan barang dengan pelat kuning itu masih diberikan akses untuk membeli JBT solar. Alasannya, kedua jenis angkutan itu berkontribusi pada kegiatan perekonomian dan sosial masyarakat.
Nantinya, angkutan barang perlu mendapat rekomendasi terkait yang menunjukkan spesifikasi tertentu terkait dengan kemampuan usaha atau ekonomi pemilik kendaraan, Misalkan pada sektor pertanian, luas lahan yang diolah maksimal 2 hektar dan perikanan volume angkutan maksimal 30 ton.
“Bagaimana tahunya ya mereka membawa sembako, untuk ini kita minta ada surat rekomendasi dari dinas terkait jadi inilah bagian dari subsidi tertutup sebetulnya, mengarah ke konsumen bagaimana caranya dengan rekomendasi dari dinas perdagangan,” tuturnya.
“Dalam surat rekomendasi ada nama orangnya, lokasinya di mana, kebutuhan solar per hari berapa itu yang tahu dinas terkait itu sudah terjadi saat ini sudah berlangsung sejak Perpres 191 diterapkan,” kata dia.
Di sisi lain, skema pembatasan pembelian JBKP pertalite bakal berpatok pada CC kendaraan. Nantinya, konsumen yang tidak mendapat akses untuk membeli pertalite adalah kendaraan roda dua dan empat dengan kapasitas mesin di atas 2.000 CC. BPH mengkategorikan kendaraan roda dua dan empat di atas 2.000 CC sebagai barang mewah.
“ Kalau mampu beli mobil mahal yang Turbo itu mestinya juga mampu membeli BBM non subsidi, jadi dengan sendirinya teman-teman yang menggunakan mobil-mobil kelas baru itu memang direkomendasikan oleh pabrikan mereka sendiri untuk menggunakan bahan bakar yang lebih baik, beroktan tinggi lebih irit,” kata dia.