Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) memperkirakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis pertalite dan solar bakal habis pada Oktober 2022 di tengah tingkat rata-rata konsumsi masyarakat yang berada di kisaran 10 persen setiap harinya.
Pemerintah belakangan tengah menargetkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM rampung pada Agustus 2022 untuk menekan bocornya distribusi BBM murah itu di tengah masyarakat.
Anggota Komisi BPH Migas Saleh Abdurrahman membeberkan realisasi konsumsi BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar masing-masing sudah berada di atas 50 persen hingga 20 Juni 2022. Malahan konsumsi rata-rata BBM bersubsidi sudah melebihi kuota yang ditetapkan dengan rata-rata di atas 10 persen setiap harinya.
“Jika kita tidak melakukan pengendalian maka kita akan menghadapi subsidi kita akan habis antara Oktober atau November,” kata Saleh saat Webinar SUKSE2S, Rabu (29/6/2022).
Berdasarkan data milik BPH Migas hingga 20 Juni 2022, realisasi konsumsi solar sudah mencapai 51,24 persen dari kuota yang ditetapkan sebesar 15,10 juta kiloliter pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022.
Sementara itu, realisasi penyaluran pertalite sudah mencapai 13,26 juta kiloliter atau sebesar 57,56 persen dari kuota yang dipatok dalam APBN 2022 di angka 23,05 juta kiloliter.
Baca Juga
“Kalau tidak dilakukan pengendalian maka kita bisa prognosa diakhir 2022 ini realisasi [subsidi] kita itu di atas kuota, sehingga sekali lagi perlu pengendalian konsumsi kepada yang berhak,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) rampung menyelesaikan rancangan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM). Nantinya revisi itu bakal memuat petunjuk teknis terkait dengan kriteria konsumen dan sistem verifikasi untuk dapat mengakses BBM bersubsidi jenis solar dan Pertalite di tengah masyarakat.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji mengatakan pembatasan konsumsi BBM jenis bersubsidi itu diharapkan dapat mengejar efisiensi bahan bakar yang sebagian besar tergantung impor mencapai 10 persen secara tahunan.
“Harapannya ya kita bisalah mengejar efisiensi turun 10 persen kurang lebih begitu supaya tepat sasaran. Intinya tepat sasaran jadi yang merasa itu bukan keperluannya yang merasa cukup beruntung baik itu industri maupun perorangan jangan mengambil jatah yang kurang beruntung,” kata Tutuka saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (20/6/2022).
Kendati demikian, Tutuka mengatakan, rancangan revisi Perpres itu masih dikaji oleh kementerian dan lembaga terkait lainnya untuk dapat disahkan pada paruh kedua tahun ini. Dia berharap aturan pembatasan pembelian BBM itu dapat segera disahkan di tengah beban subsidi dan kompensasi BBM yang relatif lebar hingga pertengahan tahun ini akibat reli kenaikan harga minyak mentah.
“Kalau tidak kan dengan kondisi seperti ini inflasi pasti naik, gimana nanti bisa hidup? Kan krusial juga kemudian rebutan ada yang murah dibeli, ini harus disadari oleh masyarakat,” kata dia.