Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah masih mengkaji kebijakan pengenaan biaya tambahan atau fuel surcharge tiket pesawat yang telah berlaku sejak April 2022 dan berakhir pada Juli 2022.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi membenarkan bahwa kebijakan tersebut telah berlaku selama 3 bulan yang berakhir pada Juli ini untuk kembali dievaluasi. Namun, hingga akhir bulan ini belum ada kepastian apakah kebijakan tersebut akan diperpanjang.
“Jadi kami lihat kalau nanti fuel itu memang turun akan kita hilangkan, tetapi kalau biaya masih tetap tinggi tinggi itu tetap [kebijakannya]. Belum [ada kepastian]. Nanti kami lihat,” ujarnya di kantor Kemenhub, Senin (24/6/2022).
Seperti diketahui, pemerintah mengizinkan maskapai untuk melakukan penyesuaian biaya (fuel surcharge) pada angkutan udara penumpang dalam negeri dengan besaran 10 persen di atas Tarif Batas Atas (TBA) untuk pesawat jet dan 20 persen di atas TBA untuk pesawat baling-baling (propeller).
Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan ketentuan untuk menaikkan tarif ini diberlakukan untuk menjaga keberlangsungan operasional maskapai penerbangan dan untuk memastikan konektivitas antar wilayah di Indonesia tidak terganggu. Menyusul adanya kenaikan harga minyak dan avtur dunia.
Ketentuan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. 68/2022 tentang Biaya Tambahan (Fuel Surcharge) Tarif Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri yang mulai berlaku sejak ditetapkan pada 18 April 2022.
Baca Juga
Adapun besaran biaya tambahan atau fuel surcharge dibedakan berdasarkan pada pesawat jenis jet dan propeller. Untuk pesawat udara jenis jet, dapat menerapkan maksimal 10 persen dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan masing-masing Badan Usaha Angkutan Udara.
Adapun, untuk pesawat udara jenis propeller, dapat menerapkan maksimal 20 persen dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan masing-masing Badan Usaha Angkutan Udara.