Bisnis.com, JAKARTA — Bank of England memberikan sinyal lebih memilih untuk mengorbankan pertumbuhan guna meredam inflasi yang kemungkinan akan berkepanjangan.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Ekonom Bank of England Huw Pill dalam acara virtual, Selasa (21/6/2022). Pill mengatakan perlunya pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut dalam beberapa bulan ke depan.
"[BOE siap beraksi] lebih agresif," katanya seperti dikutip Bloomberg.
Pernyataan itu menjadi pengakuan bahwa pengetatan kebijakan moneter akan meningkatkan risiko resesi seiring dengan upaya mencegah kenaikan harga energi dan barang.
Alat BOE adalah instrumen tumpul yang dapat mengembalikan inflasi kembali ke target 2 persen.
Namun, upaya tersebut tidak dapat memecahkan masalah lain seperti kesenjangan yang semakin besar antara yang kaya dan yang miskin dan pound sterling yang melemah.
Baca Juga
BOE telah menaikkan suku bunga acuan kelima pada pekan lalu dan memprediksi inflasi akan meningkat menjadi lebih dari 11 persen tahun ini.
Bank sentral mengerek 25 basis poin di tingkat dasar menjadi 1,25 persen, yang tertinggi sejak 2009, dengan peringatan kenaikan yang lebih kuat ke depannya.
Pill mengatakan pemicu untuk pergerakan yang lebih besar akan tanda-tanda inflasi pada upah dan ekspektasi harga akan terus naik.
Dalam kesempatan yang berbeda, anggota Komite Kebijakan Moneter BOE Catherine Mann mengatakan perlu menaikkan suku bunga lebih agresif untuk mencegah penurunan nilai pound sterling.
Mann yang mendukung kenaikan 50 basis poin mengatakan tekanan harga domestik kemungkinan akan terbukti lebih kuat akibat beberapa faktor, seperti program stimulus pemerintah, lapangan kerja yang kuat dan bonus pekerja.
"Dalam pandangan saya, langkah kebijakan yang lebih kuat, berdasarkan konjungtur domestik dan sepadan dengan faktor global, [akan] mengurangi risiko inflasi domestik yang mengakar didorong oleh inflasi yang diimpor melalui depresiasi pound sterling," kata Mann dalam teks pidato di London pada Senin.