Bisnis.com, JAKARTA – Delegasi RI di Konferensi Tingkat Menteri ke-12 World Trade Organization (WTO) di Swiss yang berlangsung beberapa hari lalu menjamin subsidi bagi nelayan skala kecil aman.
Sejak 2001, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus memperjuangkan nelayan kecil yang mendominasi di Indonesia terkait subsidi, baik asuransi dan BBM guna mendukung keberlangsungan nelayan.
Pasalnya, dalam KTM tersebut, negara maju menekan untuk menghapus subsidi akibat terjadinya overcapacity dan overfishing (OCOF) serta maraknya IUU Fishing (Illegal, Unreported, dan Unregulated). Terutama bagi nelayan skala besar.
Berbeda dengan Indonesia yang mayoritas nelayan kecil dan tradisional dengan distribusi lebih dari 90 persen. Sejatinya, mereka membutuhkan subsidi.
Dalam forum WTO tersebut, Indonesia berhasil memperjuangkan kembali nasib para nelayan terutama skala kecil untuk tetap dapat subsidi. Konferensi ini menghasilkan Perjanjian Subsidi Perikanan (Agreement on Fisheries Subsidies) yang menghapus subsidi perikanan yang menyebabkan IUU Fishing.
“Melalui perundingan ini negara menunjukkan kehadirannya dalam melindungi nelayan. Kami [Delegasi RI] memperjuangkan agar nelayan kecil masih diperbolehkan memperoleh subsidi,” terang Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Antam Novambar selaku pimpinan delegasi KKP dalam Media Briefing KKP, Selasa (21/6/2022).
Baca Juga
Dalam kesempatan yang sama, Antam bersama delegasi lainnya menyampaikan dengan perjanjian tersebut dipastikan subsidi, terutama BBM, bagi nelayan kecil terbilang aman.
“Aman,” serentak para Delegasi menjawab pertanyaan dari wartawan.
Indonesia tetap konsisten untuk memperjuangkan perikanan nasional dengan mendukung kebijakan penangkapan ikan terukur melalui implementasi pengelolaan perikanan berkelanjutan dan efektif (fisheries management/FM), serta menghentikan pemberian subsidi oleh negara-negara besar (big subsidizing members) untuk kegiatan penangkapan ikan di luar wilayah yurisdiksi (distant water fishing activities).
Bukan tanpa persiapan, Indonesia memperjuangkan hal tersebut dengan menunjukkan kepada dunia telah menerapkan FM yang didukung dengan Maximum Sustainable Yield (MSY) yang membatasi jumlah tangkapan.
Data KKP mencatat, MSY bagi Indonesia yakni sebesar 12,01 juta ton, sementara jumlah produksi ikan tangkap saat ini baru 7 juta ton. Artinya Indonesia masih berpotensi untuk meningkatkan jumlah produksi dengan tetap mendapat subsidi.
Meski dikatakan aman, namun persoalan subsidi tersebut masih dipermasalahkan oleh nelayan akibat keluhan sulitnya mendapatkan BBM bersubsidi.
Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyampaikan hasil survei bersama Koalisi KUSUKA Nelayan yang terdiri dari International Budget Partnership(IBP Indonesia), Perkumpulan Inisiatif, Seknas FITRA dan Kota Kita, pada 2020 dan 2021 di 10 provinsi dan 20 Kab/Kota, menemukan sebanyak 82,8 persen nelayan kecil tidak memiliki akses terhadap BBM bersubsidi.
Sementara itu, Menteri KKP Sakti W. Trenggono telah memerintahkan jajarannya untuk menyelesaikan masalah tersebut bersama Kementerian BUMN dan PT Pertamina, sehingga nelayan mudah untuk mengakses BBM bersubsidi.